Friday, May 25, 2012

Kognisi dan Afeksi

Ini dua kata yang sempet gw bingung apa artinya pas di dalam kelas Selasa kemarin.

Jadi kemarin ada beberapa hal yang baru gw pelajarin di kelas marketing management. Dua kata baru ini kognisi dan afeksi. Mau tahu apa ini? nanti gw coba jelasin menurut bahasa gw sendiri. Dan beberapa contoh-contohnya yang sepengetahuan dan sepengertian gw. Jadi asal dasarnya materi Consumer Behaviour membahas mengenai beberapa proses lingkungan mempengaruhi konsumen untuk membeli sebuah produk. 

ada lagi bedanya customer sama consumer. Nah lho? dua kata itu mirip sebenernya, serupa tapi tak sama. Jadi perbedaannya (as based on Pak Daniel), kalau customer itu pembeli saja, kalau consumer itu lebih ke dalam customer yang loyal, yang lebih membeli karena menggunakan emosi. Ibaratnya itu sudah jodoh ama produk ini. hehehe. Begitu kurang lebihnya.

Yup, lingkungan mempengaruhi consumer untuk membeli dibagi ke dalam dua macam cara atau jalan. Ini semua based on teori ya. Lingkungan ini akan mempengaruhi kebiasaan konsumen (selanjutnya disebut CB for Consumer Behaviour) dengan cara cepat atau cara lambat. Pembahasan Hari Selasa kemarin mengenai cara lambat. Cara lambat ini dibagi ke dalam dua buah cara lagi dalam membagi kebiasaan konsumen, yaitu secara kognisi dan afeksi. Dan diharapkan dengan afeksi dan kognisi ini konsumen akan menjadi loyal terhadap produk yang kita jual. Harapannya adalah penjualan yang berkelanjutan. :)

Kognisi adalah sebuah kebiasaan di mana konsumen ini akan membeli sebuah produk dengan menganalisa terlebih dahulu. Maksudnya menganalisa di sini adalah konsumen akan membeli/mengkonsumsi produk ini dengan berbagai pertimbangan. Adapun pertimbangan tersebut bermacam-macam, bisa jadi karena melihat spesifikasi dari produk tersebut membuat konsumen berpikir dahulu sebelum membeli, kemudian ada juga produk seperti produk baru yang harus dipelajari oleh konsumennya dulu sebelum membeli. Contoh yang diberikan kemarin itu pasta gigi E, di mana produk ini adalah hasil inovasi dari beberapa riset yang dilakukan oleh si pemilik. Menggunakan pasta gigi yang tidak menggunakan deterjen, karena eh ternyata deterjen itu dapat merusak keseimbangan pH dalam mulut. Ketidakseimbangan ini dapat membuat kerusakan pada gigi, kerusakan pada gusi, dan berbagai macam penyakit mulut lainnya. Padahal kan, kesannya bagi orang di sini, semakin banyak busa akan semakin bersih. Hal ini yang coba dirubah oleh pasta gigi E ini. 

Memaanfaatkan kebiasaan konsumen dengan cara kognisi, yaitu dengan memberikan pengetahuan terlebih dahulu mengenai kesehatan mulut, dan pengaruh penggunaan deterjen ke mulut. Dan yang pasti manfaat pasta gigi E tanpa deterjen ini. Memang dengan kognisi ini waktu dan resources yang digunakan perlu banyak sekali dideploy di awal. Awalnya memang rugi, bahkan distributor pun ndak tertarik sama produk ini. Sampai langkah ekstreme, 'buyback' dilaksanakan. Sampai setelah beberapa tahun, dengan analisa pasar yang sesuai dengan kebutuhan (segmentasi dan targeting yang fokus) mengenerate beberapa keputusan seperti pemasangan iklan. Sampai akhirnya penjualan dan market share pun didapat. 

Kalau afeksi ini lebih ke emosional konsumen. Contoh, gw pake motor merk ini tipe ini, karena iklannya pake artis ini. hehehe. Begitu adanya yang gw liat. Atau mungkin karena trend saat itu. Misalnya di indonesia ini blackberry begitu laris, sebenarnya blackberry ini laris di awal karena memang banyak orang lain menggunakan blackberry (sekedar bbm an), tapi ndak tahu spesifikasi lebih yang dipunyai blackberry. Mungkin begitu sepengertian gw. Mohon maaf kalau ada salah-salah.


Share: