Wednesday, December 09, 2015

Serba Salah (bukan lagu Raisa*)

Pernah di posisi yang bingung? gak tahu mau ngapain atau gak tahu harus mulai dari mana karena ternyata yang selama ini dikerjain 'kurang bagus' atau mungkin 'salah'. Mak jang, itu yang terjadi,

Dicari penyebabnya dulu, ibaratnya break dulu, keluar dulu dari zona itu. Lihat dari perspektif yang berbeda, dan lihat apa yang salah? dan bagaimana memperbaikinya? mau lihat orang lain bagaimana menghadapinya? maaf, you are on your own. Setiap orang punya kemampuan unik masing-masing. Dari sini kita sendiri yang harus mampu untuk melihat dan mengambil peluang, bagaimana untuk menyelesaikan hal itu? Cara satu gagal? cari cara lain, cara dua gagal, cari cara lain, gitu terrruusss.

Terus terang masih belajar untuk kembali bangkit sebenernya. Selama ini soalnya udah berapa cara ya sudah dicoba? kayaknya salah mulu. Dan mungkin memang harus membiasakan diri untuk mereward diri sendiri, karena kalau di riset gini kayaknya lebih ke arah individual masing-masing. Di mana gak proses rewarding dari luar atau ada tapi jarang. Jadi yang mempersiapkan diri sendiri itu ya kita, menyiapkan punishment dan reward diri kita sendiri.

Tapi balik lagi, bagaimana parameternya mana yang untuk reward dan mana yang untuk punishment? standarnya siapa? ya balik lagi, itu standarnya kita sendiri lha, Karena riset itu ya riset kita, hasil pikiran ya pikiran kita dan yang pasti nanti outputnya ya output kita sendiri.

Kembali lagi ke kesiapan mental kita lagi.
Share:

Menulis

Pernah merasakan sebuah kepenatan yang luar biasa?

Ya, gw sering kali ngerasain hal itu. Gw sering bingung bagaimana untuk coba ceritain ke orang lain mengenai kepenatan itu. Beberapa kali gw ya akhirnya curhat ke istri. Tapi gw rasa pengorbanan istri sudah luar biasa dan sudah banyak yang dipikirkan untuk. Akhirnya sering gw telen sendiri, yang ada malah kayak stress gitu diri gw. Yang ada pencernaan gak beres.

Akhirnya salah satu pelampiasan yang gw lakuin, selain cerita, yang paling enak adalah menulis. Menulis itu ibarat terapi psikologis buat diri gw sendiri. Ditambah menulis di blog umum seperti ini, gimana caranya supaya gw bisa membuat orang yang membaca, melihat dari sisi positifnya. Jadi dengan menulis di blog ini, gw ditantang dan dipaksa untuk menulis segala sesuatunya untuk menjadi lebih positif.

Kalau keluh kesah kan negatif terus bawaannya pan. Yang ada masuk ke dalam pikiran, tekanan darah tinggi meningkat, ini gw ngerasa teng-teng-teng, tegang di leher bagian belakang. Gawat juga nie. Kadang juga suka terharu waktu lagi sendiri atau ibadah, atau kayak sekarang, bangun tengah malah, nulis ngalor ngidul. Ya itu, buat ngilangin stress juga sebenernya.

Mau nyanyi? gw malah bisa tambah stress dengerin suara gw sendiri buat nyanyi. Mau main musik? udah malem nanti tetangga bangun? mau main sama anak? ya anaknya sudah tidur. Ya paling enak ya nulis aja. Menulis di blog, sekalian bisa latihan menulis.

jadi Bismillah, akan coba terus untuk selalu menulis dan menulis. :)
Share:

Pencerahan

Siang kemarin gw dapat pencerahan dari seseorang sahabat yang gw sangat hormatin dan my role model.

Gw baru sadar ternyata apa yang gw kerjain dan apa yang gw hasilkan, ternyata belum ada apa-apanya untuk sebuah riset PhD. alias kerjaan gw nol besar. Kaget dan marah sie gw akan reaksi ini, bukan ke marah, tapi malah ke arah kecewa sama diri sendiri, bingung, galau, bimbang, kesel, you name it, semua rasa bercampur aduk di situ. Memang mungkin ini jadi cambuk bagi dari diri gw.

Hal yang menjadi concern utama yaitu adalah mindset gw sebagai seorang ilmuwan atau researcher. Ini yang masih kebentur sama pikiran gw yang marketing, atau mungkin otak jualan, kalau ada kesempatan ya ambil, mumpung sekalian karena kesempatan gak dateng dua kali.

Perbincangan ini menurut gw lama sekali, ya mungkin karena merasa seakan dimarahin kali ya, jadinya kesannya lama. hehehe. Memang maksudnya baik dan niatnya untuk bantu gw. Ya mungkin caranya itu yang bikin gw gak enak hati. Tapi ibarat obat nie, mau sepahit apapun ya tetep diminum ya kan.

In shaa Allah, gw janji ama diri gw sendiri kalau gw bakal lebih baik lagi dan lebih giat lagi bekerja buat riset gw ini. Ya siapa sie yang gak mau punya output yang bagus di PhD risetnya. Gw pengen banget, kasarnya gini, kalau memang gw tahu bagaimana caranya gw gak akan mungkin berleha-leha menyengajakan untuk bikin progress gw lama. Karena gw punya tanggung jawab juga untuk anak istri, kalau gw harus berhasil. Ya kalau lebih cepat lebih bagus.

Gw juga punya tanggung jawab moral sama bangsa negara gw yang biayain gw sekeluarga sampai ke sini. Ya gw akan terus berusaha dan mempush diri gw sendiri. Memang ada kalanya gw butuh support, yang sampai saat ini kayaknya belum gw bisa kelola karena gw masih berproses.

Kalau dibandingin sama temen gw yang lain, wah kayaknya gak apple to apple deh, secara beliau ini dosen dan punya beberapa publikasi internasional pula. Jadi setidaknya beliau ini kayak gw beberapa waktu ke depan. Semuanya proses, dan gw sadar itu, gw cuman bakal akan menjalani, menghadapi semua tantangan ke depan, gw bakal lebih kuat, gw bakal lebih siap, gw bakal lebih smart, dan terus lebih maju untuk ke depan.
Share:

Friday, December 04, 2015

Grogi

Ada yang gak nyaman saya rasakan kalau bertemu seseorang yang saya sangat hormati.

Saya merasa kalau saya gak bisa berbuat apa-apa, gak bisa berargumen, gak bisa berpendapat, dan selalu takut untuk salah. Ini saya coba harus perbaiki.

Mencoba beberapa cara yang diajarin di Samapta atau pake LoA, tetap harus dicoba mungkin.

So wish me luck. Untuk dapat memposisikan diri ini terhadap orang lain. Memang alhamdulillah hal ini sudah jauh lebih baik dibanding beberapa waktu sebelumnya. Tapi ya terus dicoba dan berusaha.

Bismillah!!!
Share:

Budaya --> Cara Berpikir?

Ada hal yang menarik kalau diamati antara budaya sini dan budaya di rumah. Bukan maksud lebih baik yang mana, cuman mau mengungkapkan apa yang saya lihat dan rasakan.

Beberapa bulan lalu di UK ada berita mengenai insiden di taman bermain Alton. Sempat menjadi headline beberapa hari. Dan taman bermain pun diselidiki dan ditutup sementara. Tapi setelah itu, buka kembali. Dan memang pas liburan musim panas, alhasil tetap saja ramai dan mengantri untuk main di wahana yang kena insiden beberapa waktu lalu. Menariknya begitu ditanya, kenapa koq mau naik? mereka rata-rata menjawab justru mereka merasa lebih aman dengan adanya kejadian itu. Meraka percaya kalau pihak taman bermain akan lebih berhati-hati dan bekerja lebih baik untuk menghindari insiden yang sama untuk terjadi.

Satu lagi ketika melakukan diskusi sama kawan-kawan di group, mengenai sebuah maskapai yang mengalami insiden beberapa waktu lalu. beberapa waktu lalu telah ditemukan penyebab insidennya. Yang terjadi adalah banyak kawan-kawan terkesan tidak mau atau takut untuk menggunakan maskapai yang sama.

Menarik bukan? ada hal yang berbeda. Memang mungkin kedua case itu bukan perbandingan yang seimbang. Tapi saya cuman mengambil perspektif dari tanggapan orang menanggapi sebuah insiden. Ada yang menjadikan itu sebuah hal yang mengencourage mereka untuk tetap menggunakan layanan, atau malah menjadi discouragement untuk mereka? Ini yang menarik, apa ini penyebabnya? budaya? kenapa budaya yang satu cenderung untuk lebih positivism dibanding yang satunya?

wallahualam. Semoga kita masih bisa diberikan akal dan kekuatan yang kuat untuk bisa menerima kebaikan. amin.

Share:

Thursday, December 03, 2015

Karakter Orang Luar

Beberapa waktu lalu pernah punya kemampuan untuk membaca karakter orang. Dari waktu ikut MLM.

Melihat beberapa karakter orang-orang ada hal yang menarik. Orang-orang indonesia yang sekolah/ tinggal di luar negeri menurut gw punya karakter luar biasa. Karena beberapa yang gw lihat di MLM, justru banyak orang-orang yang di atas itu pernah tinggal di luar negeri. Ada karakter mental yang kuat dan luar biasa.

Ditambah ada beberapa hal yang menarik adalah mengenai karakter orang luar. Untuk beberapa hal hidup di luar negeri seperti di UK itu sebuah pengalaman yang luar biasa. Rasa menghargai dan menghormati itu jauh lebih terlihat di sini. Say thank you ketika turun bus, membukakan pintu untuk orang yang jalan di belakang, mempersilahkan orang untuk duluan, say i am sorry, and so on. Penghargaan dan juga pengakuan justru membuat orang untuk bisa lebih konsentrasi dan fokus ke kompetisi. mungkin ini yang perlu kita lebih tumbuhkan di tempat tinggal kita. Terima kasih, menghargai dan menghormati. walaupun apa yang kita lakukan adalah sebuah kewajiban yang memang harus kita lakukan ya.

Budaya terima kasih, atau budaya tenggang rasa yang sudah sering kita dengar, kita aplikasikan? bagaimana caranya supaya apa yang kita rasakan perlu dibawa ya kita bawa untuk lingkungan kita sendiri? wallahualam.

*)cuma pendapat pribadi
Share:

Connecting the Dots (Research)

Sudah beberapa kali menulis mengenai ini.

Pertama kali dengerin kata ini dari Atun. Atun bilang dia dapat dari Steve Jobbs.

Intinya adalah merangkai semua kejadian, momen, pengalaman hidup, pertemanan, akal pikiran, ide, dan apapun itu menjadi sebuah benang merah yang menyatu dan mengambil hikmah dari situ.
Mencoba merecall hal ini sebelumnya, untuk scope yang lebih kecil riset untuk program PhD misalnya. Kayaknya hal ini bisa kelihatan jelas kalau ditranslasikan. Setiap dots adalah sebuah ide, permasalahan, penyelesaian dari berbagai macam dot dari akademia di seluruh dunia. Thank God hari ini ada internet yang bisa lebih mudah untuk menggapai dot-dot itu.

Untuk mendapatkan sebuah dot, sebuah benang merah, ini yang barusan saya coba telusuri lagi. Beberapa waktu lalu, mentor saya Mbak Dessy bilang ya tinggal dicari aja benang merahnya, gitu juga tante saya yang dosen, semuanya bilang cari benang merahnya. Tapi masalahnya adalah, saya gak tahu apa kesimpulan dari masing-masing dot dan bagaimana menjadikan benang merahnya. Cuman satu ternyata masalahnya, yaitu AIM! tujuan, apa yang dimau? atau kasarnya kamu mau apa?

awal mulanya adalah beberapa hal yang saya hadapi, baru berkeluarga, arka baru lahir, berat badan arka kurang, tetangga di rumah UK kurang oke, proses transfer sekolahan, juga ngurusin ISIC semuanya terjadi di satu waktu yang berdekatan. Dan ibarat komputer, RAM di otak sudah terpakai untuk processing masalah-masalah itu. dan sayangnya porsi yang cukup kecil bisa digunakan untuk riset PhD.

Itu salah satu jalan yang mungkin memang harus saya jalani. Proses perubahan mindset, karakter dan mental.

Ada seorang kawan yang pernah bilang kalau berkeluarga harusnya lebih mudah, karena fokus bisa lebih terjaga antara di kampus dan di rumah. Saya sendiri gak tahu kenapa dia bisa bilang begitu, dia sendiri memang sudah berpengalaman di bidang pendidikan, secara dia dosen, dan satu lagi dia juga belum berkeluarga. Tapi syukurnya itu masukan yang berarti. Fokus kedua hal itu! managing the focus? with seize the day? enjoying the moment? itu mungkin maksudnya yang baru dirasakan akhir-akhir ini.

Ini juga baru kelihatan setelah akhirnya saya tahu apa yang mau gw kerjain. Ke sananya sambil jalan bertahap mempersiapkan mental, dan mempersiapkan semuanya. Alhamdulillah connecting the dots nya sudah mulai bisa berjalan. Sekarang bisa berpikir lebih jernih lagi, lebih nyaman berpikir, dan mengungkapkan ide-ide, menyelesaikan masalah.

Kembali mengingat apa hal-hal yang menyenangkan. As a perfectionist, gw seneng banget sama keteraturan. Menyusun semua rencana sampai sedetil mungkin, setiap jam bahkan mungkin setiap detik bisa diatur. Karena bagi gw keteraturan itu adalah buah dari pemikiran, mental dan juga passion. Akhirnya gw seneng banget waktu ke Cambridge kemarin bisa bikin itenary yang rapih dan itu hasil riset. Gw kembali menyenangi riset, riset untuk apapun, ya hape, ya kamera, ya harga tiket. Rasanya senang kalau bisa menemukan sesuatu. Sampai gw bikin juga itenary untuk pulang ke Indonesia akhir tahun ini, ditambah bantu bikinin rekap PO untuk istri gw.

Ya, gw bisa bilang kalau PhD program itu kayak pelatihan atau training untuk kehidupan. Beda sama training motivasi dan lain, karena di sini kita dituntut untuk memotivasi diri kita sendiri, atau mencari faktor-faktor untuk bisa kita jadikan motivator. Pelatihan mental bisa juga, pelatihan hidup bisa juga, pembentukan jalan pikiran. And how lucky i am bisa mengikuti proses ini, semoga proses ke depannya akan lebih baik dan lebih semangat.

Karena sekarang alhamdulillah semua dikit-dikit sudah mulai ke-set. Arka tumbuh dan berkembang dengan baik, seneng banget, istri sudah mulai nyaman tinggal di UK sambil merawat anak (gw tahu pengorbanannya yang luar biasa, dan itu bukan hal yang mudah) jadi bisa berkreasi masak makanan enak-enak kadang kue kadang bakso, alhamdulillah. Ditambah hubungan sama supervisor bisa lebih baik dan lebih dekat. Sekarang bisa lebih mudah memposisikan diri kapan sebagai seorang teman, dan kapan sebagai seorang student (ini cukup menantang), managemen waktu, manajement target, fokus dan pikiran sudah mulai diaplikasikan. Punya hobi baru sebagai life balancer.

Yang paling berarti dan paling mendorong adalah dorongan dari dalam diri untuk bisa menjadi kepala keluarga yang baik, ayah yang baik yang ingin meningkatkan kualitas hidup istri sama anak. dari situ baru untuk berkontribusi ke lingkungan luar :)

Bismillah. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan ridha-Nya. juga memberikan kekuatan untuk menghadapi semua tantangan di depan. Amiin.
Share:

Sunday, November 29, 2015

Personal Target

Kembali lagi ke pembahasan mengenai riset PhD.

Alhamdulillah gw tahu dan sadar kesalahan gw. Mungkin sadarnya bertahap demi bertahap karena proses ya. Gw kembali menyambungkan apa yang gw mengerti sama apa yang pembimbing gw pernah katakan. ya, alhamdulillah gw merasa memiliki memori yang kuat, memori akan momen-momen dan termasuk ketika bimbingan juga.

Gw sekarang tahu kalau memang 'jalan cerita' (ini istilah dari pembimbing gw) atau background dari riset gw masih kurang. Memang, karakter dari setiap riset memang akan berbeda. Di sini gw masih menambal sulam hal-hal seperti latar belakang, alasan kenapa, dan bagaimana. Itu semua yang sekarang lagi gw kerjain.

Bener atau gak nya? ya tergantung dari pendapat dan keyakinan pribadi gw. Karena riset itu begitu, yang dinilai adalah rasionalisasi dari pilihan dan justifikasi logis dari pikiran kita sendiri. Alhasil nanti kalau setelah PhD, logikasisasi dari pikiran kita bisa bertumbuh dan semua tindakan, keputusan dan cara berpikir kita akan lebih sistematis dan terpola dengan baik. Wallahu alam, itu menurut pendapat gw.

Sampai akhirnya alhamdulillah gw menemukan 'lubang besar' di pondasi gw ini. untuk menyambungkan semuanya menjadi sebuah benang merah itu yang gw rasa butuh waktu. Dan memang bagi riset gw, gw butuh waktu yang lebih banyak. Jadi gw mohon doanya dan dukungannya. Semoga gw bisa menghubungkan beberapa titik-titik ini menjadi kontribusi ke benang merah yang solid. Amiin

Jadi inget kata Atun, 'connecting the dots' :)
Share:

Kultur Kompetitif - Sebuah bentuk kebutuhan untuk dihormati?

Kita berdua barusan aja ngobrol sambil lucu-lucuan, ketawa sama sikap aneh-aneh dari temen-temen kita.

Ada hal yang menarik mengenai kompetitif. Sudah pernah gw bahas mengenai kultur kompetitif yang sudah terbentuk sejak kecil di Indonesia. Dimulai dari umur 5-6, pertama kali kita sudah masuk SD, sudah masuk ke sebuah dunia penuh kompetisi.

Kompetisi ini ada bagus dan buruknya, semua wajar. yang gw sayangkan adalah kompetisi ini cenderung menjadi kompetisi di satu parameter, sebagai contoh kalau di sekolah ya rangking, atau pas kuliah IP. Tapi memang belum ada parameter baku yang baik untuk bisa menilai performansi seseorang di pendidikan, ya cuman satu parameter itu saja. Baik atau buruknya, wallahu alam, karena gw juga salah satu yang mengalami hal itu. Rangking juga gak bagus-bagus amat, IP juga pas-pasan juga. Bukan ini pembelaan, tapi memang waktu itu gw belum tahu pentingnya parameter ini.

Hal ini juga yang bikin gw penasaran dan ada keinginan untuk nyekolahin anak gw di negara-negara yang diranking sistem pendidikan ada di lima besar, antara New Zealand atau Finland. Semoga bisa pindah ke salah satu negara itu, tujuannya untuk perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Arka. In shaa Allah, aaamiin.

Yang sekarang menjadi bahan candaan istri dan gw, mungkin gw juga pernah mengalami ya; yaitu kompetisi di semua bidang kehidupan. Di kehidupan bertetangga, bekerja atau berteman, kompetisi ini gak bisa dielakkan. Mungkin karena ya budaya kompetisi yang sudah mendarah daging kali ya. Kalau dulu IPK mungkin, sekarang mungkin jabatan? pekerjaan? gaji? biaya hidup? harta?, You name it. Sampai semuanya bisa dikompetisikan dan menjadikan salah satu/dua/tiga/empat hal tersebut jadi parameter 'kebahagiaan' atau 'kehebatan' atau 'kesuksesan'. Mungkin gw sendiri masih berpikir ke arah materi kadangkala. Tapi kalau disadari lagi kayaknya gak pantes juga gw bilang itu sebagai sebuah parameter kebahagiaan atau kesuksesan bagi gw.

Kompetisi itu menurut gw bagus banget, bisa menumbuhkan rasa ingin maju buat diri sendiri. Tapi yang jadi masalah adalah apa perlu kita ngomongin 'kesuksesan' atau 'kehebatan' kita? ya kalau gak gaya hidup, kerjaan atau apapun itu yang sebenernya orang lain gak perlu tahu dan gak ngurusin sebenernya. Kembali lagi gw akui memang gw masih ada berpikir kalau lebih banyak materi itu lebih banyak sukses. Tapi ya itu dijadiin pecut gw untuk berusaha lebih keras sie.

Kalau untuk beberapa parameter mungkin sudah gw capai dalam target gw, ya kadang juga gw pamerin sie kadang-kadang. Mungkin ada rasa bangga atau sedikit menyombongkan diri biar dihormati orang. Apa itu yang dirasakan oleh kita di Indonesia? kurangnya rasa menghormati dan dihormati, makanya akhirnya keluar budaya seperti pamer atau 'gak mau kalah'

Tulisan ini bikin gw menyadari sie, memang orang lain butuh dihormati dan dihargai atas seluruh usaha dan kerja kerasnya. Gw berasumsi, maaf gw cuman bisa berasumsi, kalau memang orang yang cenderung 'tidak mau kalah', adalah orang-orang yang sebenernya kurang dihargai dan dihormati atas dirinya sendiri? entah dari keluarganya, atau dari masa kecilnnya, lingkungan kerja, atau lingkungan tetangganya? wallahualam.

Tapi yang jadi menarik adalah kenapa parameter yang jadi acuan kesuksesan seseorang adalah dari hal materi? apa ini sebuah konspirasi? atau ini pengaruh media yang bikin kita lebih konsumtif? atay gengsi? atau prestise? atau apa? Ini jadi pertanyaan buat gw, dan juga bahan pembelajaran buat gw.

Hormat dan menghormati? dan rasa rendah hati yang memang mungkin akhirnya mulai terkikis? gw sendiri gak bisa jawab, yang ada gw cuman beristigfar dalam hati, minta petunjuk, dan live my life as best as i could. Enjoy every moment, dan bersyukur atas semua yang terjadi sama diri gw. Ambil positifnya :)

In shaa Allah
Share:

Monday, November 23, 2015

Cambridge Itenary

Jadi Sabtu dua hari lalu kita ikut program CSA untuk trip ke Cambridge.

Trip ke Cambridge ini cukup murah untuk pp seorang hanya bayar £10 dan enaknya adalah gak perlu ribet untuk ganti bus dan waktu yang lebih efisien, karena rutenya bener-bener cuman dari Cranfield-Cambridge-Cranfield. sekali jalan cuman 45 menit kurang lebih. Dibanding pake bus umum, belum berhenti, menunggu dan lain-lain bisa sampai 1-1,5 jam sendiri.

Jadi kemarin mencoba membuat itenary untuk satu keluarga. Melihat Arka masih kecil, keterbatasan waktu dan juga biaya membuat kita bikin itenary duluan. Kalau melihat kemarin ada beberapa perubahan rencana dari itenary yang kita rancang, tapi gak jauh beda, cukup menyesuaikan dengan waktu dan tempat yang hanya bisa kelihatan waktu di lapangan. Internet cukup memadai, bisa memprediksi lamanya jalan, daftar menu restoran, maps, dll, Hal-hal lain yang sifatnya fleksibel bisa diputuskan ketika hari H sebenarnya.

Berikut dilampirkan itenary kemarin. Biaya, harga makan, dan lain-lain disesuaikan dengan budget trip kita sebenarnya. dan ternyata lebih murah daripada yang kita alokasikan kalau waktu kurang lebih bisa sesuai dengan mengubah rencana, Botanic garden dan Grand Arcade kita putuskan untuk dikunjungi lain kali saja :)


Share:

Self Arrangement

Kayaknya memang perlu dibuat journal harian seperti ini.

Jadi bisa menceritakan apa yang telah dilakukan dan apa yang akan direncanakan. Jadi seperti kayak meningkatkan self awareness di mana kita bisa melihat apa yang sudah dilakukan dan apa yang seharusnya diselesaikan hari ini dan bisa dijadikan bahan untuk dikerjakan besok.

Sama satu lagi dulu waktu master bikin blog itu untuk curhat sebenernya. Kalau ini kayaknya sudah bisa dikesampingkan karena sudah ada istri. Jadi bisa cerita apa saja dan curhat saja ke istri di rumah, ngobrol dan lain sebagainya. Tapi ya mungkin ada hal yang enaknya ditulis sekalian latihan untuk menulis thesis atau paper.
Share:

Monday, November 02, 2015

Keep Journalised Every Piece of Effort

Mencoba untuk merenungkan setiap hari apa hal positif yang bisa didapat.

Satu yang berasa adalah dapat feedback berharga dari supervisor. Menulis abstrak untuk paper, rasanya kayak gak beres-beres. Tapi ya itu lah kesempurnaan, tidak akan bisa dicapai, sampai kita sendiri yang puas sampai mana level kesempurnaan itu.

Ini yang ambigu sebetulnya, kadang cepat puas itu gak bagus, kadang puas itu bagus. Atau kata lainnya adalah mensyukuri segala apapun yang kita capai, ya terima aja, ikhlas. Itu jadi excuse kadang bagi kita untuk gak berbuat lebih. Padahal kalau inget Aa Gym waktu di Kick Andy, waktu itu beliau dijemput mobil yang gak pakai sabuk pengaman. Dan apa yang Aa Gym lakukan? dia pakai itu surban sebagai sabuk pengamannya. Ditanya sama supir, kalau mati hidup sudah diatur sama Allah. Beliau menjawab, iya betul hidup dan mati itu memang datangnya dari Allah SWT. Saya cuman mau memaksimalkan ikhtiar sehingga kalau nanti ditanya, apakah sudah memaksimalkan ikhtiar saya bisa dengan tenang menjawab sudah.

Butuh proses untuk menuju seperti ini, kadang usaha kita menggunakan prinsip motif ekonomi kali ya? usaha sekecil-kecilnya untung sebesar-besarnya. Padahal gak keliatan kalau sebuah kesuksesan itu seperti sebuah gunung es, kelihatan cuman bagian kecilnya, padahal di bawahnya banyak sekali yang harus dihadapi. Kayak gambar dari 9gag.com ini


sumber: www.9gag.com

Jadi masih mau santai? kayaknya saya malah bakalan kerja lebih keras lagi. Terus maju pantang menyerah. Bismillah :)
Share:

Sunday, October 18, 2015

Institutionalised

Masih inget kata ini dari film shawshank redemption.

Jadi kata arti ini bisa menandakan bahwa kalau orang pikirannya bisa terkungkung dalam sebuah organisasi. Nah ini yang terjadi, culture yang ada di suatu organisasi atau perhimpunan atau lingkungan tertentu. Bisa dari lingkungan masyarakat ataupun profesional.

Nah, kayaknya gw merasakan hal yang sama. Gw merasa gw terinstitusionalisasi sama lingkungan pekerjaan gw. Jadi culture di tempat kerja gw ya kebawa di lingkungan yang sekarang. Cara bekerja, cara berpikir, cara memecahkan sebuah masalah. Itu semuanya beda banget ternyata. Yang beratnya lagi adalah ketika gak sadar, atau malah sadar tapi takut untuk keluar dari institusi itu. Karena merasa di institusi itu merasa menjadi sesuatu atau memiliki sesuatu.

Out of the box kata orang banyak. Ya memang, akhirnya pengalaman yang berbicara. Semakin banyak pengalaman, semakin besar orang untuk bisa beradaptasi di box-box yang lain. Kembali lagi semua itu proses. Kembali lagi menjadi seseorang yang tidak tahu apa-apa itu sangat sulit. Suatu sisi ada pengalaman yang bisa dibawa dari kotak yang sebelumnya. Tapi ya mungkin itu value tambah yang mana, mungkin justru value itu tidak begitu dinilai di kotak baru.

Ini yang baru gw sadarin waktu kemarin sidang tahun kedua. Dan memang alhamdulillah gw dikasih kesadaran mengenai hal ini. Gw ini sebenernya belum mengerti apa-apa dibanding yang seharusnya. Jadi gw dikasih masukan dan kesempatan belajar untuk meningkatkan value-value yang dinilai di kotak gw yang baru ini. Memang butuh beberapa waktu untuk gw, tapi itu wajar menurut gw. Karena learning curve orang akan berbeda-beda, gak bisa menyamakan satu sama lain.

Atau malah ada skenario lain yang bikin orang itu keluar dari box itu walaupun box itu belum dia kuasai betul, kembali ke box lain, atau menuju box di mana mereka yakini kalau mereka punya kemampuan di situ. Nah di sini dituntut kekuatan mental dan komitmen dan konsistensi. Alhamdulillah masih punya itu semua. Jadi walaupun sampai sekarang gak tahu box ini harus diisi apa saja, tetap jalani saja, pantang mundur (kata Papa Oy), maju terus (kata Papa Agus), ya itu semua dijalani. Semua yang berada di hadapan, ya dihadapi dan diselesaikan.

In sha Allah bisa, kayak blog gw sebelumnya kalau kesuksesan, kepintaran, rajin, semua itu diperoleh dari usaha, bukan gifted/ pemberian/ warisan. Banyak orang sukses bilang kalau sukses itu bakat sepersekian persen dari usaha. jadi kenapa takut? Punya Allah, punya keluarga yang mendukung, tinggal diri ini sendiri yang harus siap untuk berkomitmen! In shaa Allah. Bismillah!
Share:

Tuesday, September 22, 2015

Enhancing Confidence Level

Beberapa waktu lalu sempat mengobrol sama senior yang dulu menyelesaikan PhD nya di UCL. Saya master, beliau masuk PhD. Saya sharing dan curhat sama dia mengenai permasalahan yang saya alami.

Dia sempat bilang kalau PhD harus dibawa santai (maksudnya balance) kali ya. Jadi jangan dianggap sebuah beban, dan semua pikiran, fokus dan tenaga buat PhD. Sampai dia  cerita kalau ada temen PhD nya yang malah sambil PhD bisa belajar bahasa lain.

Hmm, ini menarik. Apa maksudnya? sampai saya cari benang merah antara learning curve, confidence level dan PhD. Jadi kalau dirumuskan begini kurang lebihnya:

Suatu saat di masa sedang menjalani PhD, akan merasakan jenuh. Saya merasakan bosan dan jenuh, karena saya belum merasa 'menemukan' sesuatu yang cukup membahagiakan kedua pembimbing saya. Sampai mereka harus 'intervensi' saya. Saya orang perfeksionis, yang merasa kurang terus dalam segala hal. Jadi saya gak pernah puas dengan apa yang saya capai. Pencapaian saya sampai tahun kedua malah saya anggap sebuah 'keberuntungan' dibanding 'kemampuan'. Hal inilah yang membuat saya sempat minder, bingung, menutup diri, dan merasa gak mampu.

Sampai saya mengerti apa kata supervisor saya (blog sebelumnya) mengenai PhD itu tidak harus pintar. Saya salah menerjemahkannya, saya malah menganggap kalau supervisor saya menganggap saya 'kurang pintar'. Ternyata maksud beliau: PhD adalah sebuah proses learning curve untuk meng-gain research skill. This is the basic skill to become a researcher. Skill untuk membentuk cara berpikir peneliti. Mindset inilah yang harus terbentuk di program PhD.

Lalu saya hubungkan dengan life balance mahasiswa PhD. Saat mengalami kebosanan, kebuntuan atau perasaan negatif itu datang. Ditambah pula ketika kita menganggap PhD adalah segalanya (atau mungkin satu2nya hidup yang kita punya). Contoh yang dirasakan adalah ketika mengalami kebuntuan saat melakukan penelitian seperti: coding yang gak berhasil, paper gak ada yang pas, gak tahu tujuan thesis mau ke mana, dll. Alhasil pikiran jadi stress, bingung aka gak tahu mau ngapain, kayak blank gitu aja. Padahal PhD itu kan proses, dan jalan pasti ada. Itulah gunanya ada pembimbing kan?

Saya baru sadar itu. Selama ini saya menganggap kalau diri saya ini bermasalah, dan saya gak punya kemampuan untuk PhD. Kasarnya adalah saya gak yakin bisa PhD.

Sampai ingat kata senior saya itu, ada temennya belajar bahasa lain waktu PhD. Nah ini bisa jadi sebuah solusi saya pikir. Saya mencoba beberapa hal baru, seperti mencoba belajar main gitar akustik (youtube jadi guru saya) dan belajar bahasa Korea. Dua hal baru ini cukup bisa membantu saya meningkatkan kepercayaan diri saya. Dengan belajar gitar akustik dari sama sekali gak bisa dengan bantuan youtube dan gitar pemberian teman. Saya terpacu dan semangat lagi untuk bisa belajar gitar supaya bisa ngeband sama teman-teman. Hasilnya baru saya rasakan seminggu kemudian. Saya belajar satu lagu dengan petikan dan alhamdulillah mulai bis dan sekarang masih proses memperlancar.

Kemudian, sebulan ini saya buat program pertukaran bahasa sama teman saya dari Korea. Setelah beberapa minggu saya mulai bisa membaca dan menulis hangeul (tulisan korea) dan bisa memulai percakapan dalam bahasa Korea. Alhamdulillah.

Intinya yang saya lihat adalah  perlunya berusaha dan bekerja keras. Saya lihat kembali diri saya, kalau saya ini ternyata masih punya kemampuan untuk belajar dan berusaha. Saya punya semangat masih, dan punya jiwa untuk mau terus maju. Ini yang mengingatkan saya kalau saya pun masih ada waktu untuk memperbaiki kualitas penelitian saya. PhD gak harus pintar, tapi harus dikerjakan dan dicapai dengan usaha dan kerja. Malah sebelumnya saya merasa sudah kalah perang duluan, saya bingung mau kerjain apa, saya kerjain ini salah, kerjain itu salah. Gak pernah ada benernya. Malah saya malas untuk memulai dan memperbaiki hal yang menurut saya belum sempurna. Kebosanan pun akhirnya sebanding dengan derajat kemalasan, malah mungkin exponential dengan kebosanan. Dua nilai bosan bisa menghasilkan angka delapan kemalasan. Which is not good.

Dari sinilah saya harap saya bisa mendapatkan semangat lagi, kepercayaan diri lagi untuk bisa lulus PhD tepat waktu, which is on target 28 November 2015, hari Senin, di ruang Hancock, building 62. In shaa Allah aamiiinn.
Share:

Learning Curve

Beberapa waktu lalu diingatkan sama supervisor saya yang bilang mengenai learning curve.

Mencoba memahami beberapa hal ini, sampai ada tulisan di group fb mengenai dua tipe pembelajar. Yang satu menganggap kalau kecerdasan itu adalah pemberian, dan itu gak bisa dirubah (ditambah atau dikurangi). Tipe yang seperti ini biasanya menerima segala sesuatu apa adanya, maksudnya ya cukup dengan apa adanya. Kayaknya gw sempat masuk tipe ini beberapa waktu lalu. Pembimbing pernah bilang soalnya, kalau PhD itu gak harus pintar. Dalam hati malah berpikir, apa sayakah memang kurang pintar? apakah saya memang kurang punya kemampuan PhD? and so on.

Sampai saya memahami satu tipe pembelajar lagi, adanya sebuah pemahaman kalau misalnya kecerdasan atau kepintaran adalah sebuah hal yang bisa dicapai. Tingkat kecerdasan seseorang bisa dicapai kalau orang itu mau bekerja keras dan berusaha. Nah, kemudian mengerti dengan yang dimaksud sama pak pembimbing tadi. Rupanya PhD itu bukan gifted, but it is a gained. Memiliki kemampuan untuk menjadi seorang PhD harus melalui beberapa tahapan tertentu, salah satu yang mendasar dan penting (sumber James Hayton), kalau PhD itu skill yang bisa dikembangkan sama setiap orang. Inti dari PhD itu adalah membuat sebuah karya ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan di dunia akademis. Bagaimana caranya mempertanggungjawabkannya? yaitu dengan dites, viva itu adalah sidang di depan seorang penguji. Di mana penguji ini mewakili ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini.

Jadi sebenernya, kurang lebih saya sedikit lebih mengetahui bagaimana itu PhD seharusnya, ya dari dasar beberapa buku yang saya baca tadi. Tapi ada hal yang malah menjadikan itu sebuah hal yang kecil, kadang terlalu santai dan terlalu meremehkan. Padahal itu adalah sesuatu yang rumit atau kompleks? seharusnya bagaimana? saya pun gak tahu, apakah jalan pikiran saya ini benar atau salah? atau memang seharusnya seperti ini? atau harusnya saya agak kuatir? ini masih menjadi hal yang masih saya cari.

Tapi intinya adalah ya mengerjakan, mungkin harus distart dari sekarang dan harus bekerja lebih pintar dan lebih giat. In shaa Allah. Bismillah!

Share:

Monday, September 21, 2015

Writing and Mental Health

Barusan nemu sebuah benang merah mengenai menulis dan kesehatan mental. Maksudnya menulis adalah membuat sebuah karya tulis apapun itu. Ini mungkin jawaban dari pertanyaan teman kemarin via whatsapp. Ada hal yang belum disebutkan di blog sebelumnya, mengenai alasan menulis.

Ini berdasarkan apa yang gw baca, lihat dan rasakan sendiri. Pertama gw tahu kalau menulis itu bakal memberikan dampak kesehatan mental yang luar biasa waktu nonton Mata Najwa edisi Pak Habibie, terus gak lama kemudian counsellor juga ngomong kalau menulis setiap pengalaman yang baik dan buruk untuk bisa mentransfer keruwetan dalam pikiran ke dalam sebuah diary atau jurnal pribadi akan sangat membantu.

Ditambah ini setelah nonton interview Oprah sama JK Rowling, ada pernyataan JK yang nyebutin kalau dia harus menulis karena menulis itu penting buat kesehatan mentalnya. Dia juga cerita kalau dia pernah mengalami depresi, dari ditinggal ibunya, jadi orang tua tunggal, dan jatuh miskin. Dan dia butuh pelampiasan segala keruwetannya. So, menemukanlah dia menulis sebagai sebuah jalan keluar. Kemudian ada cerita Pak Habibie yang baru ditinggal Ibu Ainun, dan apa yang beliau lakukan adalah menulis.

Mungkin menulis bisa menjadi sebuah penyeimbang untuk kesehatan mental dan kesehatan pikiran. Jadi kayaknya mulai menulis lagi lebih giat dan lebih baik lagi. In shaa Allah
Share:

Saturday, September 12, 2015

Menulis

Paling enak kalau bingung kalau gak menggambarkan keruwetan, ya ditulis dijadiin cerita. Beda lagi kalau menulis akademis, dibuat ceritanya seperti karangan ilmiah. Gimana? Wah itu masuk ke beberapa style penulisan. Setiap orang punya gaya menulis berbeda.
Tapi kadang perlu juga dapat feedback yang berguna kalau nulis akademis. Justru dari situ kan bisa tahu mana salahnya dan bagaimana harusnya.
Ini sudah mulai mencoba nulis untuk target first draft jadi desember awal dan dikirim bulan desember akhir sebelum liburan tahun baru ke supervisor.
Jadi, terus saja menulis dan menulis. Dicoret? Ya berarti yang gak dicoret itu yang lebih penting

Share:

Friday, August 21, 2015

Bangun Malam

Alhamdulillah...

sudah mulai bisa bangun pagi dan sholat. Sudah beberapa hari ini, bangun sekitar jam 3 tapi yang ada malah tidur lagi, atau ditunda sampai akhirnya gak sholat malah.

Sekarang sedang mencoba untuk hidup lebih teratur. Tidur lebih awal, bangun lebih pagi, beres-beres rumah, olahraga, ke kantor badan akan lebih fresh. Kemudian akhirnya di kantor bisa konsen. Karena pikiran tenang, merasa kalau di rumah semua under control. Sebaliknya juga begitu, kalau di kantor kalau mau pulang selalu tutup laptop, beresin meja, rapihin alat tulis, pokoknya tinggalin semuanya dalam keadaan serapih mungkin.

Dengan cara ini, fokus management bisa dilatih. Dapat rahasia ini dari counsellor. Jadi membuat sebuah kegiatan sebagai simbolis sebuah penutupan dari sebuah kegiatan. Jadi dibagi menjadi kegiatan rumah dan kegiatan kantor. Hal ini bagus juga sebenernya, resource yang ada di pikiran itu akan bisa lebih mudah untuk dimanage dan dioptimalkan untuk bisa lebih optimal.

Ditambah kemarin nemu blog mengenai deep habit dari cal newton, ini dapat dari browsing, jadi ada teman Indonesia pakai metoda deep habit untuk menjadikan hidup lebih berkualitas. Dari mulai bikin weekly goal sampai detail outcome per jam. Ini yang kemarin kayaknya kurang untuk dipraktekkan, jadi yang ada kayak orang pekerja aja. Kerja terus, kerja keras tapi gak smart, yang ada malah kayak lingkaran yang tiada kunjung berhenti. Jadi bekerja dengan smart, menambah skill untuk memanage sebaik mungkin pekerjaan kita. Jadi diawali dengan tujuan untuk membuat goal mingguan, tapi sebelumnya ketahuan apa dulu yang bakal dicapai atau akan dihadapi. Dari situ, put backward ke waktu kita sekarang, sebenarnya supervisor pertama beberapa kali bilang hal ini, tapi karena sekarang baru 'ngeh' betul apa artinya itu, ya sudah lah ya, dijalaninya mulai sekarang. Dari situ ketemu target mingguan yang kira-kira masuk akal. dari target mingguan akan dapat target harian, dari target harian ini bikin block time apa yang bakal dikerjakan dan output apa aja yang akan dicapai dan jelas dari pukul berapa sampai pukul berapa. Jangan segan untuk menstrecth, baik men'stretch' waktunya kalau outcomenya belum terpenuhi, atau malah men'strecth' pekerjaan untuk dapat outcome yang lebih baik dari target bila waktu yang direncanakan masih berlebih. In shaa Allah pekerjaan akan lebih terarah dan jelas outputnya. Output yang jelas ini otomatis akan menambah kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang tinggi akan memberikan ketenangan, dan ketenangan akan memberikan kualitas pekerjaan yang lebih baik. In shaa Allah

di samping itu, kepercayaan diri sudah mulai terlihat lagi karena kemarin sudah ngobrol dan diberikan arahan 'lagi' sama supervisor. Kemarin minta sesi khusus untuk mencurahkan isi hati, dan alhamdulillah bisa lebih terbuka ke beliau. Dengan menunjukkan kesungguhan dan pekerjaan kita yang sudah dilakukan. Intinya ada output yang jelas, 'tulisan'; apapun yang didapat dalam waktu seminggu itu. Semakin kita memberikan banyak akan diberikan banyak juga oleh supervisor. Jadi bekerja bisa lebih keras lagi, target sekarang beresin draft report ditambah sama menguasai software witness. Juga cari justifikasi kenapa melaksanakan simulasi untuk research ini. Bismillah, semuanya dimulai dari dikit demi sedikit, the process needs time.

Alhamdulillah PhD sudah mulai terlihat titik terang, tinggal gimana memolesnya untuk bisa lebih baik dan dapat bernilai PhD. Salah satu target gimana caranya dapat outstanding dissertation award, amin. Sudah mulai bisa bermimpi dan menaroh harapan setinggi mungkin. Siapa tahu in shaa Allah akan tercapai dan berhasil. AAAmmiiinnnn


Share:

Monday, August 10, 2015

Disiplin

Dari sejak beberapa waktu lalu masih mencari bentuk kerja yang sesuai dengan diri sendiri, apalagi memang program doktoral ini gak pake kurikulum, silabus pun bikin sendiri.

Sampai akhirnya membuat sebuah jadwal untuk diri sendiri dengan target kerja sebanyak 56 jam per minggu nya. Mohon maaf kalau memang mengorbankan waktu untuk keluarga. Nambah sejam pulang lebih telat jadi jam 7, ya karena memang banyak yang harus dikejar. Tambah lagi rasanya jauh sama anak istri itu berasa banget. Apalagi anak pas lagi lucu-lucunya, sudah mulai bisa komunikasi, manggil-manggil daddy-daddy.

Minggu lalu dicoba untuk kerja full dari rumah, tapi ternyata gw nya yang belum bisa managing focus dengan baik. Kalau di rumah kita yang ngikutin jadwalnya anak, ya bisa bantu istri jaga anak kalau istri lagi masak. Dan baru bisa kerja kalau si anak makan atau tidur, yang mana kurang lebih sehari dua kali tidur (dua jam) dan tiga kali makan. Kalau makannya di bawah dapat tambahan kerja dua-tiga jam. Kalau makannya di atas, ya beda lagi. Kan anak sudah ada maunya, maunya makan di atas, ya bakalan ke atas. hehehe. lucu memang

Tapi ya itu konsekuensi hidup bukan, keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan. Kalau dulu mungkin belum nikah atau belum punya anak, bisa full mikirin diri sendiri dan apa yang mau dikerjain. Kalau sudah nikah dan punya anak, skill nya nambah jadi untuk develop focus management. Time management dari dulu sudah mulai bisa buat jadwal harian menyesuaikan dengan kelas, ditambah dengan kewajiban kerja part time. Sekarang time management kita sendiri yang bikin, semau kita, dan satu lagi riset itu bisa berkembang. Jadi kalau riset dijalanin terus ya bisa juga, but, gw gak bisa gitu. Gw cenderung 'people' man, seneng ngobrol sama orang, bersosialisasi, tapi karena sekarang terbatas ya gw main aja ama anak istri. hehehe.

Jadi, pilihan yang gw jalani sekarang, dan mulai besok in shaa Allah bakal lebih disiplin jam 8 berangkat sampai jam 7 (10 jam kerja dan 1 jam istirahat) untuk mengejar ketertinggalan. Ngebut but. Ini pilihan, karena gw yakin pamitnya gw ama anak istri, akan jadi doa buat keluarga gw untuk bisa mendapat kehidupan yang lebih baik. Menuntut ilmu sama dengan berjuang di jalan-Nya (pernah baca blog temen). Dan dadah nya anak sama istri jadi doa juga buat kemudahan dan kelancaran gw untuk bekerja dan belajar. In shaa Allah. Aamiin.

Mohon doanya, i will do and keep to reach the best of me :)

Bismillah
Share:

Inspirasi dan Komitmen

Ngomongin cita-cita sudah
lanjut ke planning dan rencana yang harus disiapkan untuk bangun cita-cita/ impian..

Sekarang adalah kekonsistenan yang harus dijaga, atau malah ditingkatkan. Memang banyak sekali godaan dan rintangan, terlebih lagi kalau program doktor ini semuanya bergantung kepada self-independent learning. Di mana silabusnya gak ada dan kita semua yang harus merencanakan, masih ada kelebihannya, yaitu kita punya supervisor atau pembimbing yang bisa ajak bicara.

Hari ini rasanya badan capek semua, literally bener-bener capek. Kurang semangat mau ngapa2in, ini dipaksa untuk duduk di depan komputer sambil ngeblog, siapa tahu ngeblog ini adalah salah satu pelampiasan kebuntuan di pikiran. Kalau pengurang stress sudah ada anak dan istri yang bisa diajak main atau ketawa-ketawa. Ngeliatin anak aja udah seneng banget rasanya.

Tapi kewajiban juga ada di amanah untuk jadi PhD. So wish me luck please. Berjuang teruss.

Here goes nothing.
Share:

Saturday, August 08, 2015

Planning

Kemarin aja baru dengerin ceramah jumat. Bagus sekali khutbahnya, bahasa Inggrisnya jelas didengar dan dapat dimengerti dari intonasi dan pemilihan kata yang bagus. Sistematis. Kayaknya khutbah terbaik sampai saat ini.

Oh ya, kemarin ada satu topik yang menarik di mana kita punya cita-cita, kita punya kemauan, kita mau masuk surga. Tapi kita gak ada planning, kadang kita terlalu takut atau malas untuk planning. Mungkin itu ya yang bikin seseorang gak ke mana-mana, karena gak ada planning yang jelas. Padahal planning kayak sebuah rel untuk mengantar ke tujuan. Gitu katanya.

Bener juga sie, tapi ada hal menarik lagi kalau mengingat kata mentor di Kantor. Yaitu, ngikutin aja, kayak air mengalir. Nah filosofinya ini menarik, kalau ini tipe filosofi jawa kayaknya. Tapi yang jelas saya yakin di situ ada keinginan atau cita-cita, tapi tetep kayak air, proaktif dan sabar jalanin aja kalau memang ternyata rencananya gak sesuai keinginan. Mungkin ibarat air, tujuannya ngalir ke kiri, tapi ini malah ke kanan, jadi ya ikutin aja sambil terus mengalir.

jadi planning itu akan terus berkembang dan bertumbuh sesuai kebutuhannya. Ini juga yang jadi dasar kenapa banyak thesis disertasi itu memberikan judul ke beberapa chapternya dengan tambahan 'development' di awalnya. Development of research programme, development of research aim and objectives, dll; Karena sebuah penelitian bisa terus berkembang dan bertumbuh sesuai dengan keadaan atau penemuan baru, jadi yang penting semangat terus, kerja terus, kayak kerja kantoran tapi ini untuk riset. Semoga bisa lebih tekun dan lebih giat lagi. Aaamiin.

Jadi bisa diambil kesimpulan kemarin kalau perencanaan itu perlu, tapi juga harus fleksibel sama perencanaan itu. Disesuaikan dengan keadaan, ya tetep komitmen dan teguh aja. Bismillah.

Share:

Friday, August 07, 2015

Kamu Gak usah Kerja, Belajar aja

Masih ingat apa yang dikatakan sama mentor gw di kantor waktu itu. Mungkin waktu itu karena gw belum mengerti apa maksud beliau. Memang untuk orang-orang teknik di lapangan, menyampaikan suatu pendapat kadang straightforward dengan pemaknaan yang bisa berbeda-beda oleh lawan bicaranya.

Terus terang rasanya masih kesel sama sedih kalalu inget hal itu. Tapi akhirnya sekarang gw mengerti, ya memang perlu ada orang untuk bisa belajar terus dalam organisasi, jadi bukan maksudnya tidak perlu kerja. Tapi ya kerjanya belajar, belajar untuk mencari sebuah permasalahan dari organisasi tempat bekerja dan kemudian belajar juga untuk mencari solusinya. Itu semua kan proses belajar. Jadi belajarnya itu sebuah pekerjaan.

Gw bakal sangat berterima kasih sekali sama beliau karena banyak ilmu yang beliau sampaikan. Semoga nanti setelah gw jadi PhD nanti, skill riset gw bisa lebih baik dan berkembang. Nanti kalau misalnya gw punya wewenang di dalam organisasi, perlu juga rekrut orang-orang dengan keahlian riset, tujuannya ya itu tadi untuk mencari permasalahan dari organisasi dan mencari solusinya, bukan menyelesaikan masalah itu saja, tapi lebih ke arah mencari jalan untuk bisa membantu pengambil keputusan dalam menjalankan tugasnya. Jadi bukan langsung menjadi problem solver, tapi problem seeker. akar permasalahan dan pencapaian untuk membuat sebuah metoda penyelesaiannya. Metodanya diharapkan bisa dipakai oleh semua orang.

jadi, semangat lagi buat ngerjain PhD ini, biar gw bisa berbuat lebih juga. Semoga bisa tiap tahun pas udah mulai kerja lagi gw bisa publish sebuah paper untuk jurnal profesional. Kayak senior gw yang ada di Nottingham. Aamiiinn.. Biar skill riset ini bisa terpakai terus dan terus berkembang.

Jadi ya kerja gw ya belajar untuk bisa membantu perusahaan. Butuh waktu memang dan investasi yang tidak sedikit. Tapi memang daripada investasi lebih ke arah konsultan, mungkin bisa bikin sarana konsultansi dari dalam perusahaan sendiri, ya dengan lebih mengenal perusahaan itu sendiri, mungkin bisa lebih tepat sasaran solusi yang akan diberikan?

Share:

Insomnia

Dua hari ini berturut-turut badminton. Memang hari kedua ini rasanya badan luar biasa.

Sempat tidur sebentar, sampai akhirnya kebangun pas anak juga kebangun. Lama main ipad, belum bisa tidur juga, sambil mikirin apa yang bisa gw perbuat untuk menuhin kriteria PhD.

Bangun, buka laptop sambil nyoret-nyoret di buku mengenai ide dan hipotesa. Lebih ke arah bikin outline untuk bisa berpikir garis besarnya dulu. Memang masih banyak bolongnya kalau membandingkan sama thesis yang pembimbingnya sama. Tapi dari itu bisa kebayang mau ke arah mana dan tujuannya pun dirumuskan dulu. Memang kesan awalnya sekedar hipotesa, tapi dengan tahu atau ada bayangan mengenai tujuan akhir dan gambaran besar si thesis akan seperti apa jadinya tahu di mana bolongnya dan kurangnya.

Mungkin ini cara belajar yang paling efektif buat gw kali ya, dengan melihat apa yang sudah dikerjakan dulu untuk kemudian dikembangkan. Nah dari apa yang gw perbuat tadi, setidaknya bisa gw jadiin referensi untuk pekerjaan gw selanjut-selanjutnya. Nanti misalnya jadi RnD di perusahaan tempat gw kerja bakalan jadi bahan referensi juga kerjaan gw PhD ini. Memang untuk bikin yang pertama ini mungkin akan sulit awalnya, tapi biasanya setelah yang awal selesai, kedua, ketiga dan seterusnya sudah mulai kebayang.

Terus terang, sudah lama sekali gw gak buat atau nulis karya ilmiah. Lebih banyak ke arah nulis blog atau pengalaman kayak gini. Nulis pengalaman sendiri atau pikiran sendiri itu lebih gampang, karena berdasar dari apa yang sudah dijalani diri sendiri. Kalau untuk menulis ilmiah ditambah lagi dengan support data dan dokumen pendukung yang baik, which is butuh effort besar buat gw.

Let's see, menulis karangan ilmiah sekitar 5 tahun lalu untuk disertasi master. Jadi sekarang, sudah ketemu dikit-dikit bagaimana cara belajar gw, tetap semangat dan tetap bekerja. Bismillah..
Share:

Thursday, August 06, 2015

Challenger

Jadi inget dulu ada dua group pekerja di tempat kerja di restoran, contender dan pl**ker. hahaha.

Kalau kerja lu bagus itungannya itu contender dan sebaliknya.

Satu lagi yang menarik, waktu itu pernah pas bimbingan gw sama supervisor gw. Gw minta maaf kalau gw under performance, dan gw berjanji bakal terus berusaha dan bekerja semaksimal mungkin. Itu yang bikin gw selalu datang setiap minggu untuk ketemu para supervisor, karena gw tahu gw masih jauh dari baik dan gw pengen dapat arahan dari mereka untuk bisa lebih baik.

Suatu ketika, gw benar-benar minta maaf dan mungkin muka gw kayak sedih gitu kali ya. Bingung mungkin gw nya, sama sedih. Tapi ada satu kata yang bikin gw jadi semangat lagi dan terus bekerja keras lagi. Yaitu, waktu dia bilang, kurang lebih begini, bagi kami kau adalah seorang challenger, tantangan bagi kami bagaimana kita bisa bawa kamu lulus dan jadi PhD yang baik. Waaawww, makin dah gw hormat sama beliau-beliau ini. Gw yang merasa minder, merasa paling gak tahu apa-apa dan merasa paling bodoh, tapi mereka melihat diri gw dari perspektif yang lain.

Mungkin adalah cara mereka yang berbeda-beda dan bikin gw kaget untuk beberapa hal. Tapi itulah seninya, perbedaan culture dan perbedaan pemikiran ditambah banyak hal baru untuk seseorang yang baru datang ke sini. Semua bisa memaklumi, dan yang penting dari diri gw sendiri untuk mau berubah dan berusaha.

Jadi lah gw ingin terus berusaha, gw gak mau menyesal karena gw merasa belum melakukan apa-apa nanti. So, wish me luck to become the best challenger. Aaamiinn.

Share:

Wednesday, August 05, 2015

Contribution

Kata kunci ini yang sering banget didenger kalau bimbingan.

Kontribusi apa yang bisa ditawarkan untuk pengetahuan. Kalau aplikasi mungkin sudah bisa dipakai atau terlihat jelas. Nah ini kontribusi apa yang bisa dipakai untuk dijadikan sebuah teori, called Wibowo theory maybe? In shaa Allah.

Dari sini lah menariknya, begitu sudah tahu ada orang yang telah mengerjakan apa yang rencananya tadi kita kerjakan, jadi lah sebuah tantangan yang menarik. Okey kalau bisa menambahkan atau mencari celah di dalamnya, atau yang disebut lahan penelitian orang itu. Tapi itu pun harus besar kontribusi yang gw kerjakan, bukan hanya sekedar untuk menambahkan kontribusi sekedar kontribusi tapi benar-benar yang cukup besar.

Jadi Bismillah, kita coba dulu kerjakan dan cari peluang untuk bisa memberikan kontribusi yang cukup besar untuk dijadikan PhD. aaamiinnn :)

wish me luck please
Share:

Prestasi dan Sikap Positif

Bismillah...

Beberapa waktu lalu dapat kabar mengenai seorang teman yang dapat penghargaan dengan thesis terbaik di bidangnya, se-UK. Luar biasa memang.

Terus terang ada rasa iri, dan rasa ingin merasakan hal yang sama. Sampai akhirnya menemukan jawabannya, begitu dikirim cerita mengenai Menteri Perminyakan Arab Saudi. Pagi tadi dikirim sama Papa. Ceritanya menarik, yaitu menarik kesimpulan bahwa sikap positif lah yang bisa menerima dan mengubah sesuatu yang di bawah menjadi di atas.

Mungkin itu ya, mengubah mindset, menjadi lebih positif untuk bisa berprestasi dan juga menjadikan sebuah hinaan, atau cercaan menjadi sebuah pendorong untuk lebih semangat dan lebih bekerja keras. Kadang memang, kebangaan atau pride diri sendiri yang dirasa lebih tinggi dibanding apa pun, akhirnya begitu merasa melakukan kesalahan, pride itu menjadi sebuah bomerang bagi diri kira keseluruhan. Sekali lagi, perpsektif untuk melihat sesuatu memang diperlukan untuk dapat berbuat lebih.

Jadi apa bedanya antara teman gw, menteri tadi sama gw? yang pasti cuman satu, kerja kerasnya. Mungkin memang saat ini gw harus kerja lebih keras dan lebih disiplin lagi. Memang banyak godaan untuk main sama anak, lebih senang di rumah dekat sama anak sama istri, tapi ya PhD ini juga untuk masa depan, bukan masa depan gw sendiri tapi masa depan mereka juga. Gw berharap jalan PhD ini menjadi sebuah jalan untuk bisa berbuat lebih baik untuk gw dan keluarga.

So, wish me luck please. Saatnya bekerja lebih keras dan lebih giat. Bismillah..
Share:

Tuesday, August 04, 2015

Today's Meeting

Alhamdulillah barusan ketemu sama supervisor pertama.

So far so good. Dapat banyak masukan dan pelajaran. Sekarang mulai mencari pemecahan dari masalah yang sudah didapat. Sampai ketemu satu keyword. Apakah ino scheduling tools.

Jadi mencoba mensimulasikan untuk beberapa engines/fleet sekaligus. Melihat jadwalnya, apakah mungkin bisa jadi scheduling tools. Itu first thing to do.

Selanjutnya adalah gimana memposisikan apa yang bakal gw kerjain untuk jadi PhD. Nah itu menariknya, dan itu tantangannya. Kontribusi ke knowledgenya gimana. Apa coba bikin ke productisation? Enabling the productisation? Let's see.

Share:

Look Back!

Ada satu lagi kelemahan gw yang gw akui sangat menganggu dan harus banget gw rubah perspektif gw.

Sebagai seorang perfectionist gw melihat segala sesuatu yang gw kerjain gak ada bagus-bagusnya. Gw gak ada pede-pedenya sama apa yang udah gw kerjain, kadang bahkan mau ngerjain thesis aja gak pedenya masih ada.

Contoh kasus adalah gw selalu menyesali apa yang gak gw lakukan. Dulu gw curhat sama upline gw masalah kurang sempurnanya presentasi gw. Gw yang melihat itu sendiri, dan kekurangan itu gw yang merasakan sendiri, padahal belum tentu orang lain menilai. Satu lagi, gw gak pernah lihat apa yang udah gw kerjakan terhadap report gw sebelumnya, padahal banyak informasinya di situ. Ada beberapa hal apa karena gw gak yakin sama apa yang gw kerjakan, atau emang gw belum mau menerima kalau memang gw masih banyak kurangnya. Itu yang jadi peer buat gw, mengakui kalau gw masih ada kurang dan yang penting adalah mau dan mencari jalan untuk memperbaiki itu.

Gak ada semua yang instan kan? Mungkin ini ada pengaruh dari lingkungan juga waktu gw bertumbuh, ini gw baru baca dari buku 'parenting without borders', kadang kala kepercayaan diri gw, self esteem gw di masa lalu menyebabkan gw gak mau berbuat lebih. Jadi bener juga kata pembimbing gw, jadi seakan gw cepet puas. Nah ini yang jadi peer buat gw, gw harus terus mempush diri gw sendiri untuk bisa lebih maju dan lebih baik lagi ke depannya.

Bismillah... wish me luck please  :)
Share:

Managing Focus

Mencoba menjalani apa yang counsellor sarankan, mengenai managing focus, living at present. Jadi maksudnya adalah fokus dengan saat ini apa yang dirasakan, fokus dengan apa yang dilihat, didengar dan dihirup per saat ini per detik ini.

Paling gampang adalah waktu menikmati waktu dan fokus ketika main sama anak. Mencium bau rambutnya, elus kepalanya, raba kulitnya, dan sambil mendoakan. Menikmati dan fokus terhadap setiap detik sama anak, sambil berdoa dan berterima kasih kepada Yang Maha Memberi. Cuman yang Di Atas sanalah yang bisa menyebabkan semuanya terjadi.

Ditambah mencoba ikhlas sama apa yang dihadapi dan dijalani. Lakukan saja walaupun berat, menikmati masa ketika menghadapi semua tantangan yang datang dalam hidup.

So.. Bismillah :)
Share:

Family Time

Beberapa lalu waktu bilang, kalau udah berkeluarga, dunia akan terlihat berbeda.

Ada benernya, berbeda dalam arti yang lebih positif. Gw belum tahu dan belum kebayang seperti apa sampai gw membangun rumah tangga sendiri, punya anak, membangun karier, semuanya benar-benar berbeda dan tantangan yang dilihat di luar jadi sangat berbeda.

Mungkin dulu waktu masih belum berkeluarga, melihat segala sesuatu dari dalam diri sendiri, cenderung grasak-grusuk, pertimbangan yang sangat dangkal dan cenderung singkat untuk memutuskan sesuatu. Dan i was happy with it. Tapi ternyata masih banyak yang harus diperbaiki. Khususnya ketika punya anak.

Entah bagaimana, anak menyerap dan meniru semua perbuatan yang kita lakukan, dari hal terkecil di kehidupan sehari-hari. Itu yang menjadi pengingat dan penjaga, untuk lebih berhati dalam berucap, berbuat dan bertindak sesuatu. Sang anak hampir bisa menirukan semua yang kita lakukan. Jadi bisa lebih berhati-hati, padahal dulu sering kali ledek-ledekan atau bikin joke-joke yang agak cenderung kasar.

Turn pointnya adalah ketika Arka lahir, Arka sempat di rumah sakit beberapa hari karena jaundice. Di situ ada perasaan bingung, takut, juga kuatir. Melihat semuanya sebelumnya kayak lancar dan sempurna, mulus, dari mulai persiapan pernikahan, diterima beasiswa LPDP, diterima di Cranfield, dapat pembimbing yang sesuai dengan interest, sampai ndak lama setelah menikah istri hamil. Alhamdulillah, luar biasa sekali nikmat dan perjalanan yang mulus itu. Perasaan waktu itu seperti, you know, kayak bisa megang dunia. Ya mungkin sempat merasa sombong dan tinggi hati kali ya. Sampai mungkin disadarkan begitu Arka lahir. Luar biasa rasanya, kenikmatan dan perasaan menjadi seorang ayah, luar biasa. Sampai sekarang masih ingat gimana prosesnya kelahiran Arka, proses persalinan, sampai pertama kali ngeliat dia pertama kali, dengar suara tangisannya pertama kali. Luar biasaaa. Senangnya gak bisa diungkapkan, like it is the best thing yang pernah saya alami.

Memang tahun lalu adalah tahun yang luar biasa, i feel that i am on my lowest point that time. Arka dan istri harus stay di rumah sakit. dan beberapa bulan berikutnya kita masih belajar dan berjuang untuk bisa ngejar target berat badan Arka. Jauh dari keluarga, beda lingkungan dan semua hal baru yang dialami dan dihadapi. Itu yang menjadi sebuah pembelajaran yang berharga. Waktu itu keluarga yang utama, sampai riset pun lupa, mungkin merasa overwhelmed dengan keadaan yang ada, baru mulai menjadi mahasiswa PhD, menjadi ketua ISIC waktu itu. Semuanya seperti datang di saat yang bersamaan. Tapi memang banyak pelajaran yang didapat.Menjadi lebih dewasa? semoga.
Share:

Monday, August 03, 2015

Maju Terus

Jadi inget beberapa waktu lalu ke panic attack, ya begitu tahu kalau selang empat bulan harus sudah submit untuk annual review pertama, which is sangat mepet. Ditambah kebelum pahaman waktu itu, luar biasa rasanya.

Tapi alhamdulilalh semua sudah dilewati dan hal itu yang bikin gw sampai di sini. Memang ada plus minusnya, penyesalan, pengandaian, semua pasti ada, tapi dengan itu semua kita maju ke depan ya kan. Kalau ndak gitu ya gimana, memang saya akui kalau ini jalan yang harus dilalui. Tantangannya dan rintangannya seperti itu, baiklah kalau begitu kita mencoba saja untuk jalan terus.

Bismillah
Share:

Sunday, August 02, 2015

Perseverance

Baru baca buku "Parenting without Borders", di section raising children, di mana si penulis mengkomparasikan antara kebudayaan di Amerika dengan di Asia Timur (Jepang). Jadi kalau di Amerika, cultural view nya adalah melihat sebuah kepintaran itu adalha sebuah gift, pemberian sejak lahir. Beda dengan di Jepang, di Jepang kepintaran, keahlian dan kesuksesan itu bisa dicapai oleh semua orang dengan kerja keras dan effort yang maksimal. Dan ternyata inilah kata kunci 'kesuksesan' dari philosophy pengajaran anak di Jepang.

Apa itu perseverance? based on the persevere, diambil dari google:

per·se·vere
ˌpərsəˈvir/
verb
verb: persevere; 3rd person present: perseveres; past tense: persevered; past participle: persevered; gerund or present participle: persevering
continue in a course of action even in the face of difficulty or with little or no prospect of success.

"his family persevered with his treatment"

synonyms:
persist, continue, carry on, go on, keep on, keep going, struggle on, hammer away, be persistent, be determined, see/follow something through, keep at it, press on/ahead, not take no for an answer, be tenacious, stand one's ground, stand fast/firm, hold on, go the distance, stay the course, plod on, stop at nothing, leave no stone unturned.
Jadi sekarang kayaknya tahu, kenapa berkali-kali Pak supervisor gw bilang, kalau PhD itu gak perlu pintar. Ternyata jawabannya adalah ini, ini kata kunci nya "perseverance". Siapa yang bekerja keras dan terus komit dengan kerja kerasnya itu, maka dia bakal dapat apa yang didapatkan. Bismillah..

Dan gw bersyukur sama supervisor gw yang masih mendukung dan mensupport gw, karena mereka masih punya keyakinan kalau gw bisa.

In shaa Allah, terus berusaha dan bekerja. Wish me luck please..

Share:

Andai Saja

Kalau bisa mengulang lagi ke dua tahun lalu sebelum memulai PhD. Pengen rasanya belajar banyak sama orang yang sudah PhD duluan. Sempat mengobrol sama semua orang PhD yang ada di kantor. Ya, ada tiga otang PhD secara total di tempat gw kerja.

Sayangnya gak detail nanya sama mereka. Sayangnya saya kayak menganggap biasa PhD ini. Dan memang mungkin PhD berbeda pendekatannya di beberapa negara.

Tapi justru ini tantangannya, mungkin waktu itu kalau nanya-nanya juga gak bakal ngerti terlalu dalam. So let be it. Bismillah, kejar terus kerjakan secara optimal dan maksimal. In shaa Allah ada jalan dan ada jalan keluar.

Bismillah

Share:

Saturday, August 01, 2015

Saturday

Hari Sabtu itu hari yang istimewa menurut gw.

Karena di hari ini gw sengajain untuk aktifitas sama keluarga. Kebanyakan hari sabtu waktu untuk di rumah, di mana seminggu sudah full ke kantor dan fokus ke riset. Enaknya punya keluarga gitu, kalau mumet di kantor ama riset, pulang ke rumah lihat anak wah kayaknya capek ilang. Jadi fokus sama keluarga dan bener-bener hiburan yang paling gampang dan menyenangkan. Dan kadang gw ajak jalan juga keluarga hari Sabtu sorenya, bergantung kondisi cuaca tentunya.

Sekarang yang jadi tantangan adalah belajar untuk manajemen fokus, kadang harus fokus ama riset malah fokusnya ke rumah, sebaliknya begitu harusnya fokus main sama anak malah mikirin riset. Hal ini yang perlu dipelajari. Counsellor gw bakal ngajarin hal ini di pertemuan berikutnya. Sesi latihan untuk manajemen fokus, waktu itu pernah dibilang juga sama Pak Emir mengenai hal ini, manajemen fokus. Katanya kalau bisa manajemen fokus, di mana semua resource di saat yang kita inginkan bisa difokuskan untuk satu hal saja, wah akan luar biasa sekali outputnya. Tapi memang butuh kedisiplinan yang tinggi dan baik.

Managing fokus, nanti gw bakal cerita begitu sudah dilatih sama counsellor. In shaa Allah :)
Share:

Friday, July 31, 2015

Menulis

Waktu di awal memang dibilang sama supervisor untuk mencoba menulis. Iyah, dan sebagai mahasiswa yang nurut sama supervisornya (selama mahasiswa ini mengerti apa kata supervisornya) dilanjutkan dan dilaksanakan segara dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.

Mencoba menulis waktu itu, kacak kadut, gak jelas, berantakan, 'you name it'. Walaupun begitu gw paksain nulis, gw ingat philosophy, "quality comes from quantity". Nah tulis dah tuh terus, terus menulis.

terus gw menulis...

masih menulis...

masih juga...

Sampai gw kasih supervisor, ditanya apa bedanya tulisan gw sama tulisan wartawan yang menyadur. Waduh. Ternyata memang benar, menulis, terutama menulis akademis gak segampang yang dikira. Ini saja baru sadar begitu baca thesis orang. Akhirnya mencoba melihat apa yang orang lain tulis, kita ikutin gaya menulisnya. Sesederhana mungkin yang bisa dilakukan gw lakukan, untuk kemudian di enhance atau ditambahkan. In shaa Allah begitu.

Satu hal lagi, benar menulis itu bisa membantu atau meningkatkan skill dalam menganalisa, karena apa yang ditulis kan perlu dipikirkan dulu, betul? Dan ide yang dituliskan itu akan bisa lebih mudah berkembang dibanding dengan disimpan dalam kepala, yang ada malah gak akan berkembang ide itu. Karena resource di kepala kita kan sudah dipakai bermacam-macam, gak cuman riset doang. Jadi kalau yang gw sekarang lakukan adalah ketika ada ide langsung gw tuliskan langsung di buku, apapun itu. Jadi biarlah pikiran itu tertulis, jadi resource yang ada di kepala kembali utuh.

Dan ada satu hal lagi mengenai menulis, menulis sembarangan itu belum bisa juga ternyata. Harus ada idenya, sesuatu yang harus ditulis. Idenya apa, kira-kira bayangan idenya akan dibawa ke mana. kurang lebih dari yang kecil kemudian membesar. Kalau langsung main tulis tanpa ada maksud atau tujuan ke mana, yang ada jadi kesannya kayak wartawan, kayak yang gw ceritain barusan. Jadi sambil ngelihat bagaimana orang lain menulis, kita bayangkan atau imajinasikan atau justifikasi dengan ide yang kita punya. Bagaimana nantinya jalan ke sana. In shaa Allah sedikit demi sedikit akan ada peningkatan skill nya. Ya, semuanya kan gak sekaligus bisa langsung jago.

Satu lagi, kalau supervisor gak suka sama pekerjaan kita, dan ngasih banyak masukan, ngasitau kalau itu salahnya banyak. Itu bagus, karena supervisor kita bayar untuk itu. Hehehehe, alhamdulillah sekali kalau misalnya dikasih kritik atau dichallenge itu. Walaupun kadang mungkin caranya kurang pas sama kita, tapi itu lah seninya. Jadi santai saja, lanjut terus.

Mulai menulis both for report and thesis draft 0. In shaa Allah sebelum liburan natal dan tahun baru sudah bisa submit draft 0 thesis ke para supervisors. Aaamiinnn. Bismillah
Share:

Thursday, July 30, 2015

MisCommunication

Jadi ingat beberapa waktu lalu baca mengenai pedoman melaksanakan PhD di sini. Di situ ada beberapa status dan deskripsi penjelasan mengenai penilaian terhadap review.

Ada satu detail yang menarik di mana -nilai gw di bawah satisfactor- dijelaskan adanya poin di mana belum adanya ketersambungan antara supervisor dengan anak didiknya. Nah ini dia yang belum bisa nyambung. Komunikasi gw antara supervisor dan gw belum nyambung. Kadang gw, malah sering mungkin belum mengerti sama apa yang dikatakan sama supervisor gw. Ya kasarnya gini, gimana supervisor gw mau mengerti padahal gw sendiri belum mengerti dan belum yakin sama yang gw akan kerjakan. hahaha. Maafkan saya para supervisors.

Memang bingung bin ragu, sama apa yang bakal saya kerjain, yang ada malah jadi kesannya gw kayak 'yes' man. Mengikuti semua yang pembimbing mau, ini yang mungkin bikin kesel pembimbing kali ya? Parahnya lagi di setiap pertemuan gw selalu mengiyakan apa yang dikatakan supervisor, padahal kan gw masih belum yakin betul sama itu. Dan ada kalanya saking menghormati supervisor itu gw bilang aja iya, padahal sebenarnya gw tahu kalau apa yang diusulin supervisor itu sudah dilaksanakan dan sudah terjadi dan tidak bisa dijadikan riset lagi menurut gw.

Ada satu lagi pelajaran yang berharga bagi gw, mungkin karena gw kerja di marketing dan selalu 'iya' sama customer. dan udah biasa dimarahin dan dimaki sama customer, tapi gw tetap iya dan tetap gw kerjakan apa yang customer mau, semampu dan sekuat gw. Nah salahnya ini diaplikasikan ke riset, yah gak akan nyambung. Karena gw biasa menghadapi dan melayani customer, yang ada seakan gw sekarang malah mencari customer. customer di sini mencari teman ngobrol dan teman diskusi kemudian gw menerima semua masukan mereka dan gw jalanin. Alhasil, wassalaam. Riset ini kan gak semua orang tahu, cuman supervisor ama gw yang tahu ke depannya seperti apa dan sudah sejauh mana fondasinya. Justru dengan banyak masukan ini, dan informasi dari berbagai arah yang malah bikin gw goyah. Ini gak lain karena kurangnya pede dan gak percaya kalau riset gw ini bakal bisa dan punya tempat di dunia pengetahuan.

Ya, gw juga baru ngerti kenapa riset ini dianggap seperti bayi sendiri. Riset ini akan berkembang seiring dengan kita kasih makan, kita rawat, kita sayangi, persis kalau punya bayi. Kurang lebih begitu apa yang dikasihtau sama mentor gw yang di Belanda. Akhirnya gw mengerti.

Dan jangan kuatir salah atau takut gak sempurna, karena riset itu akan selalu berkembang. Gak ada riset yang sempurna, makanya ada scope atau limitations. Ditambah ada further works, itu yang mencirikan masih banyak pengembangan yang bisa dilaksanakan dari satu topik judul riset. Kutang lebih pengertian gw seperti itu.

So, be aware, semoga kesalahan ini bisa jadi pengalaman yang bermanfaat bagi yang baca dan juga pastinya bagi gw. Ammiinn.
Share:

Wednesday, July 29, 2015

Agenda Setahun ke Depan

In shaa Allah, tahun depan adalah tahun terakhir program PhD gw (sesuai kata LOA)

Kemarin sempat bimbingan sama supervisor gw, nah supervisor gw ngasih gw banyak masukan yang berguna.

Pertama mengenai pentingnya pembuatan paper, sampai akhirnya ada rekomendasi beberapa judul paper selama PhD gw, satu di antaranya untuk masuk ke paper yang akan dilaksanakan di Portugal. Jadi saatnya nambain dream list "Portugal".

Kemudian beberapa hal mengenai rencana gw ke depan, sampai akhirnya gw merubah rencana gw untuk buka konsultansi. Thank you profesor. Kemudian dia cerita mengenai masa waktu dia pendidikan dulu, which is a good story yang bisa bikin bertambah motivasi.

Ditambah lagi dengan dia mengerti dengan situasi gw yang mengharuskan gw kembali ke Indonesia dan kembali bekerja setelah Oktober tahun depan. Jadi dia motivasi gw untuk terus kerja keras dan kerja makin keras untuk bisa memenuhi target pengumpulan first draft thesis gw di Bulan October paling lambat. Ini sesuai sama target gw waktu ngobrol sama Mas Yan, target first draft malah beres bulan Januari 2016, untuk kemudian submit disertasi di Bulan Agustus, jadi selama selang waktu itu digunakan untuk menambahkan dan memperbaiki yang sudah ada. Bismillaaahhh.... tetap semangat yang penting.

Jadi target gw masih sama, dan masih optimis dan siap untuk bekerja lebih keras dan pintar. Maju terus pokoknya. Karena ini adalah kesempatan yang sangat baik. How lucky i am, subhanallah.
Share:

Good Morning

Barusan sampai kantor,

Alhamdulillah sudah bisa bangun pagi lagi, lanjut mandi terus berangkat. Semoga kebiasaan ini bisa dilanjut terus sampai teruuusss...

Kemarin malam sebenarnya mau nulis, tapi kayaknya lebih menarik main sama anak and ngobrol bentar ama istri.

Jadi kemarin sempat ngobrol sama Bokap. Kita cerita mengenai bagaimana PhD sepengetahuan kita masing-masing. Sampai akhirnya kita nemu perumpaan PhD yang sesuai dan cocok buat pengertian kita berdua. Dengan menjelaskan gw akhirnya memikirkan gimana perumpaan yang sesuai dengan yang gw mengerti. Semoga pengertian gw ini benar.

Ngobrol sama bokap, cerita kalau dulu supervisor gw bolak-balik bilang kalau PhD itu bukan menyelesaikan masalah, tapi membantu orang lain untuk menyelesaikan masalahnya. Kalau fokusnya menyelesaikan masalah itu engineer. Nah kalau membantu orang menyelesaikan masalah, otomatis harus tau filosofi dari masalah itu dan bagaimana bisa membantu orang untuk bisa menyelesaikan masalah yang serupa di masa depan. Kontribusi itulah yang bisa bikin seseorang diberi PhD. Diberi maksudnya adalah diakui bahwa pekerjaan seseorang bisa memberikan kontribusi yang nyata dan jelas bagi dunia pengetahuan. Bagaimana kalau sesuatu yang sudah ada di dunia nyata tapi tidak ada di akademis? lha, kalau itu mah anak s1 aja, gitu kata supervisor pertama gw. Terus terang sampai saat itu gw belum ngerti maksudnya.

Tambah lagi satu hal, mengenai seorang dari dunia profesional masuk ke dunia akademis kayak jadi PhD student. Bentar, udah tahu belum bedanya bachelor, master dan PhD? nah terus terang gw juga baru tahu dari James Hayton dari bukunya, dia bilang kalau PhD itu sama sekali berbeda dengan apa yang dulu gw pikirkan. PhD itu justru kalau menurut gw bukan strata paling tinggi dalam ilmu pendidikan atau akademis. Ya secara jenjang memang paling tinggi untuk sebuah program, tapi PhD sebenarnya adalah sebuah pendidikan atau training untuk masuk ke dunia akademis. It is totally different. Di program PhD ini, seorang PhD student dituntut untuk bisa merubah mindsetnya untuk menjadi seorang researcher. Jadi kalau ibarat dulu di undergraduate ada matrikulasi, kurang lebih nya PhD ini adalah sebuah matrikulasi untuk bisa masuk ke dunia profesional bidang akademis. Nah dari seorang PhD ini kemudian naik level menjadi post doc, lecturer, senior lecturer, reader, professor. Mulai post doc, seseorang dinilai sudah masuk ke dalam dunia akademis. Dunia yang dibilang menara gading ama orang-orang. Kurang lebih seperti itulah dunia PhD. Makanya PhD di tempat gw  ini gak ada silabus, gak ada kurikulum di tempat, malah untuk beberapa negara di Eropa kayak temen gw, PhD dianggap sebagai seorang employee bukan student. Kira-kira begitu sepengertian gw. Jadi kalau mau ngomong, di dunia pendidikan, master itu lah yang jenjang sekolah paling tinggi. Needs time to me to understand this, but it might be the best way to understand it through the time.

Ada lagi, ada perbedaan mindset antara seseorang profesional untuk masuk ke akademis, ini yang gw rasakan. Yang supervisor gw pernah bilang, kamu ini beruntung dan enak sebenarnya, kalau kamu dari industri kamu bisa lebih cepat karena sebenarnya kamu sudah punya masalah yang nyata. 'Masalah' ini yang kemudian dijadikan fondasi untuk memulai sebuah riset. Kalau kamu tahu problemnya, 'fix di problem ini' (jangan muter-muter kayak gw, bingung nentuin problem karena gak pede sama problem yang mau gw kerjain*). Kejadiannya begitu nyata dan ada, dari situ lah jelas mau ke arah mana. Pencarian literature akan lebih mudah, jadi tidak perlu mencari lagi masalah dari literature yang ada. Jujur saja, pencarian literature itu luar biasa menurut gw. Banyak tantangannya. Tapi itulah dunia akademis, yang dibilang penuh teori, ya betul justru teori itulah yang membangun skill kita untuk pemecahan sesuatu. Lebih dari sekedar intuisi. wallahualam. Lanjut lagi ini berbeda dengan yang belum tahu di bidangnya, akhirnya berusaha menemukan masalah dari literatur, oh ternyata ada yang sudah menemukan dan mengerjakan itu, cari lagi terus sampai dapat. Jadi alhamdulillah gw mengerti ternyata ada masalah itu dan dari situ gw bisa memulai start.

Tapi ada satu hal lagi, background gw dari tempat kerja gw. Dan gw tahu ada banyak topik yang bisa dijadikan bahan untuk memulai riset. Tapi balik lagi, gw waktu itu belum yakin sama sekali sama masalah apa yang bisa angkat untuk dijadikan riset. Gw malah berpikir sebaliknya, apa bener perusahaan gw yang emang belum bisa dan sebenarnya perusahaan lain sudah mengerjakannya. Atau gimana? apa mungkin sebenarnya sebuah OEM sudah punya hal itu semua, cuman perusahaan tempat gw aja yang gak tahu. Jadi kayak gw akhirnya gak percaya sama perusahaan gw, naudzubillah (suudon gw, maafkan). Sampai akhirnya gw nemuin paper yang kemarin gw bilang itu, paper yang bilang memang kalau ada masalah itu dan benar adanya masalah itu nyata di dunia. Dari situ alhamdulillah udah mulai gain confidence, kalau riset gw bakalan seperti ini.

Mungkin memang butuh waktu hampir dua tahun buat gw untuk menemukan masalah ini. Tapi buat gw, ini mungkin jalan yang terbaik, bahwa proses gw seperti ini. Success story setiap orang kan akan berbeda-beda. Jadi Bismillah, wish me luck please :)
Share:

Tuesday, July 28, 2015

Today's Meeting

Banyak sekali yang didapat minggu ini, setelah minggu lalu ketemu supervisor pertama dan hari ini baru saja ketemu supervisor kedua. Alhamdulillah semuanya sangat support dan tetep sabar ngadepin gw yang gw rasa agak 'kedul'. Maklum baru pertama kali mencoba riset. dan ternyata menyenangkan kalau bisa nemuin satu atau dua paper yang dapat mengubah segalanya. hahaha. lebay, tapi itu yang terjadi, di phase sekarang, nemuin paper kayak nemuin sebuah harta karun. Dulu mas Hendro bilang sie, tapi belum ngeh sampai sekarang.

Semoga bakal ketemu paper-paper lain yang bisa menjadi sebuah katalisator untuk tetap semangat dan support riset ke level berikutnya. Aaamiinnn

Barusan nunjukkin ke supervisor mengenai apa yang didapat dari beberapa minggu terakhir. Sampai ditunjukkan paper yang kemarin baru dapet. sebut saja key paper. Key paper ini mirip persis sama apa yang beliau pikirkan. Beberapa kali kita berdiskusi mengenai hal ini dan ternyata ada yang mengerjakan hal yang sama. Ada plus minusnys, pertama kita jadi tahu kalau masalah itu benar-benar ada dan nyata. kemudian ditambah dengan adanya kompetisi di situ. Tapi kita gak berkompetisi tapi cenderung mencari celah tambahan untuk fondasi riset itu. salah satunya adalah melihat dari perspektif yang berbeda.

Ini menarik, karena perspektif yang berbeda juga bisa dilakukan di kehidupan nyata. bukan begitu? beberapa waktu lalu sempat ngeblog mengenai perbedaan perspektif yang bisa buat melihat dunia yang berbeda. Just the matter of perspective. itu yang menarik dan itu yang luar biasa. jadi selama ini semua pilihan, bisa atau tidak, mau atau tidak, semua dilihat dari perspektif. Walaupun semuanya gak bisa dilakukan secara sempurna, at least mendekati hal tersebut kan bisa menjadi sebuah prestasi. Kembali lagi tergantung dari perspektif mana orang melihat.

Kadang kompetitif dengan membandingkan satu dengan yang lain kurang bijaksana menurut gw. Baru kemarin ngobrol sama bokap mengenai cara belajar gw sama adek yang berbeda. Itu hal yang wajar dan lumrah, karena kembar identik pun gak akan sama. Jadi compare itu bisa jadi perspektif yang baik atau jadi perspektif yang buruk. Sayangnya kalau menerima dengan perpektif yang buruk. Kalau melihat perspektif yang baik, in shaa Allah kehidupan akan lebih tenang. Dan menerima apa adanya, kekurangan pasti ada, tapi bagaimana menjadikan kekurangan ini sebagai sebuah ladang atau celah untuk berbuat lebih.

jadi Bismillah, kita coba saja. terus berusaha dan berdoa. wish me luck please 
Share:

Monday, July 27, 2015

Key Paper

Alhamdulillah...

Sekitar seminggu yang lalu sudah dapat key paper yang bisa membantu gw jalanin riset ini. Key paper ini baru diterbitin tahun ini, which is memang harus sabar kali ya. Dari paper ini lebih terbuka kira-kira apa yang mau gw lakuin.

Setidaknya landasan permasalahan atau alasan dijalanin riset ini juga sudah ada yang memulai. Dan gw akhirnya jadi lega dan lebih yakin in shaa Allah. Lebih yakin karena memang masalah ini sudah diakui di dunia akademis. Hebatnya lagi baru kali ini gw nemuin, belum ada di paper lain. Mengenai integrasi evaluasi nilai kontrak dari operational si airline. Selama ini kan kebanyakan intuisi.

Nah, yang bikin gw gak pede adalah ketika harus menyimpulkan dan merumuskan masalah yang ada di perusahaan gw yang kira-kira bisa jadi bahan atau masalah buat riset doktoral gw. yang ada malah gw nganggep masa iya sie gak ada, mungkin tempat lain udah bisa kali, apa mungkin di perusahaan tempat gw kerja aja kali yang gak bisa. Gw takut apa yang gw sedang kerjain itu udah ada yang ngerjain, sampai gw menemukan paper baru ini. Paper yang menurut gw sangat bermanfaat banget buat riset gw, in shaa Allah makin pede makin yakin dan jalan terrrruuusss..

Tinggal sekarang lagi nyari excuse apa yang bisa bikin gw dapet PhD, dari apa yang orang ini dah kerjain, bakalan gw tambain sesuatu yang besar. Itulah yang jadi PhD gw. In shaa Allah sudah kepikiran apa yang bakal ditambain, dan pakai metoda apa dan pakai software apa. Yang sekarang lagi dicari dan dibentuk adalah jalan ceritanya. Jadi mulai bisa menulis jalan ceritanya sebentar lagi. Yakin hari ini bisa ketemu jalan cerita yang bagus, disupport sama literature review yang pas. in shaa Allah. hehehe.

wish me luck please
Share:

His Current Words

Mama daddy mau mimi nen bis bobok jatuh tutup mana lagi naik nyanyi duck kerupuk sepatu d adah babay itu lampu ini gigi oma dede sudah gak elmo halo

Share:

17 months

Puasa kemarin sebulan kayaknya gak berasa. Minta report buat pengajuan beasiswa tiga bulan lalu juga gak berasa. Semuanya kayak jalan cepat begitu saja. Seminggu yang lalu usia gw masuk usia 30. Time flies. Apa saja yang udah dicapai atau didapat ya?

Juga kemarin, Arka masuk bulan ke-17. Waaww, little man is growing fast. Alhamdulillah, bisa sedikit-sedikit menata lagi kehidupan. Kehidupan as anak buat bokap-nyokap, as suami, as bokap, as researcher.

Kadang banyak banget peran yang harus dijalani dalam hidup ini. Dan setiap peran itu berkesinambungan dan berikatan satu sama lain. Bukan begitu bukan? So, mulai menikmati apa yang dijalani. Telat? Who knows, mungkin ini salah satu jalan terbaik dan proses yang harus gw lewati. Gw tetap bersyukur dan terus berusaha menjalani sebaik mungkin dan menikmatinya.

Salah? Gagal? Atau cepat puas? Pasti semua ada solusi, as we would like yo try our best. In shaa Allah. Aammiinn..

Share:

Idea

Dua hari terakhir ini kayak ngerasa linglung. Bingung sama yang mau dikerjain di riset. Nemu ide ini, dah ada yang bikin, nemu ide itu dah ada yang buat. Apa gabungin keduanya?

Apa tambahin dari yang ada? Tapi harus cari apa key word nya, masuk dari jalan mana? Ke arah mana permasalahn riset ini dibawa?

Hmmmm.... Let me sleep for a while. In shaa Allah begitu bangun lebih fresh dan bisa nemuin solusinya nanti. Aamiinn.

Wish me luck please :)

Share:

Humble

Mungkin itu salah satu kata kuncinya.. Humble, rendah diri.. Barusan denger kata ini di dua ocassion yang berbeda, satu waktu nonton Kick Andy "Mashyur di Negeri Orang" ketika Nelson Tansu berpesan ke para pelajar di Indonesia. Menerima dengan rendah hati kalau kita masih jauh tertinggal, akui itu, jangan merasa puas.

Kalau ngomong masalah puas, pernah dinasehatin ama supervisor juga kalau kesannya saya seperti cepat puas. Ya saya akui, saya cepat puas karena saya belum tahu 'apa' yang bikin saya seharusnya gak puas. Kadang orang salah karena gak tahu kalau dia salah. Ya itu tadi kali ya, karena gw kurang humble.

Kata ini sering banget gw dengerin waktu aktif di amway dulu. Keep and be humble, in shaa Allah kesuksesan bakal diraih. Humble bisa bikin konsisten? Mungkin ya karena humble itu yang bikin  kalau seseorang belajar dan tahu atau sadar kalau ternyata ilmunya belum banyak, maka dia bakal lebih merunduk.

Bisa keliatan yang humble mana yang gak sebenernya. Sekarang gw dah cukup humble belum ya? In shaa Allah sambil belajar jadi humble dan terus semangat.

Wish me luck please

Share:

Friday, July 24, 2015

Thursday, July 23, 2015

Pilah Pilih Baby Car Seat

Kemarin lihat atau search baby car seat untuk ukuran Arka. Baby car seat yang lama udah kekecilan buat tingginya dia, yang ada di mobil malah kakinya nekuk. Oh ya, di sini baby car seat ada standar berdasarkan beratnya dan tingginya. Ada group 0, 1, 2, 3, dan 4, masing-masing group berdasarkan ukuran berat badan.

Arka sudah mulai masuk group 1 dengan berat antara 9-14 kg. Jadi memang sudah saatnya cari yang baru. Alhamdulillah, memang namanya rejeki anak udah ada yang ngatur kali ya, browsing sana-sini nemu merk yang kayaknya paling pas, Britax tipe Eclipse jadi pilihan. Review dari teman seperjuangan di sini yang sudah beli duluan, sama review dari forum-forum orang tua di sini membuat kita yakin pilih car seat ini. Harga pun oke di kantong dan feature keselamatannya juga oke.

Browsing ke sana kemari, yang ada banyak sekali penawaran harga. Padahal barang ini sudah ada dari tahun 2008. Mungkin itu yang bikin harganya lebih miring dibanding yang lain. Ditambah teknologi yang dipakai masih pake seat belt, beda sama teknologi isofix yang relatif baru. Dari browsing ini nemu deals yang menarik. Dari website hotdeals uk, ketemu cara yang paling murah untuk bisa punya baby car seat ini, dari yang harganya £80, didiskon di amazon jadi £65, ditambah diskon promo pake code amazon family, yang jadinya £50. Akhirnya kita beli dan baru siang tadi barangnya sampai.

Ngeliat pertama kardusnya gede banget. Begitu dibuka, ya memang cukup besar sie, wajar biasanya pakai yang ukuran 0+ sekarang naik kelas jadi group 1. Diangkat dan dibuka dari kardusnya, intinya lumayan juga beratnya dan terlihat sangat kokoh. Cover warna hitam ditambah busa yang tebal dan lapisan gabus di bawahnya bikin kursi ini keliatan comfy. Ini bisa keliatan dari foto di bawah, waktu Arka malah gak mau turun dari kursi ini. Awalnya malah gak mau duduk di kursi itu.


Yang agak kesulitan waktu mengadjust strap dari lubang level 1 ke level 2. Lubang yang sempit bikin tangan gw yang gede agak kesulitan sebenarnya. tapi berhubung perubahan level tinggi 1 ke 2 gak sampai setiap kali dipasang, so ini cuman kekurangan minor. Untuk buat baby, cara mengencankan strap nya juga gampang dan mudah. cuman satu klik dan satu tali untuk adjustment kesesuaian strap dengan bayi. overall, cukup oke untuk barang ini. *sumpah ini bukan promosi, cuman review*, gak tahu ya kalau untuk merk dan tipe lain. 
Share:

Ikhlas

Baru inget kemarin ngobrol ama bini di Bus, ditambah beberapa ingetan gw waktu ngobrol ama Pak Khom. Ikhlas bisa dalam bentuk macam-macam ya.

Pertama yang ama bini itu ikhlas terhadap apa yang terjadi ama kita. Gw pernah cerita kan mengenai prestasi-prestasi masa lalu yang menjadi pride gw, tapi kenyataannya gw masih banyak kurangnya, khususnya di bidang akademis sekarang. Ikhlas di sini yaitu kalau menerima segala sesuatu kekurangan dari diri kita. Dari ikhlas itu, apa yang sudah terjadi dilepasin dijadiin pelajaran buat kita, atau kata lain 'move on'. Berat memang, tapi bener juga kalau kata orang 'time heals'. Dengan ikhlas menerima kekurangan, jadinya malah nyari bagaimana caranya untuk memperbaiki kekurangan itu, bukan tetap sombong dan bingung malah jadi excuse, jadi seakan-akan fake atau menutup-nutupi, bukan ditambal. hehehe. Jadi kalau di abnon sempat ngeliat harus 'keliatan pintar', menurut gw harus ditambain, keliatan pintar ya tetep harus dikerjain peer nya. hehehe.

Kedua ikhlas yang ngobrol ama Pak Khom. Kalau disuruh nyuci mobil misalnya, kalau dongkol ngerjainnya, gak niat, itu bisa rugi dua belas. Pertama, udah tenaga habis karena dibuat nyuci mobil, kedua gak dapet pahala soalnya ngerjainnya sambil dongkol.

Ya, kurang lebih itu, ikhlas apa yang terjadi dan ikhlas dalam memperbaiki diri. In shaa Allah :)
Share:

Redesign

Barusan nyoba untuk meredesain tampilan blog, biar lebih menarik dan jadi lebih semangat nulis blog lagi :)
Share:

Competitive

Kemarin pas ngobrol sama counsellor mengenai perspektif diri sendiri.

Yang terjadi adalah perbedaan kultur akademis di negeri sendiri sama di UK. Bisa kelihatan kayaknya di mana ada plus minusnya. Ini juga disupport beberapa waktu itu sama mentor/ sahabat yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri yang di Oxford. Jadi orang British sendiri jago banget untuk masalah analisa dan masalah mengemukakan pendapat dengan supporting ideas yang sistematis. Karena gw lihat mereka dilatih untuk bisa mengemukakan pendapat, apapun itu. Benar atau salah itu relatif, tergantung dari pemikiran mereka.

Hal ini yang gw rasa sangat mempengaruhi dari diri gw sendiri. Di negara gw tercinta, semuanya seakan ada standarisasi yang saklek dan jelas, dari mulai SD sampai kuliah mungkin. standarisasi sudah terlihat jelas, kalau rangkingnya rendah ya bisa dibilang 'kurang'. Padahal pengelompokkan dengan melihat parameter nilai kayaknya kurang sesuai, gak tahu ya dengan kurikulum yang sekarang. Kemarin sempat ngobrol sama counsellor mengenai pendidikan di UK sini yang lebih cenderung mengemukakan pendapat dan analisa yang lebih dalam. Kalau gw rasa di negara asal gw, lebih ke arah memori? sengitung-ngitungnya suatu soal, ngapalin rumus udah mesti wajib. gak tahu kalau gw salah atau bener.

Ini yang sempat bikin gw shock waktu itu, alhamdulillah ada latar belakang pendidikan dan prestasi yang bagus yang jadi pride atau kebanggan gw. Pede gw waktu itu lumayan tinggi lah kalau bisa dibilang. Nah kena jebret kepercayaan diri gw begitu gw merasa gagal dan merasa bodoh di depan panelis waktu sidang pertama dan kayaknya sampai beberapa waktu lalu. Sekarang kayaknya masih ada, tapi sedikit demi sedikit sudah mulai hilang. Perspektif monoton gw yang waktu itu menjadi kayak bumerang buat gw. Gw ngerasa pintar dan tahu dengan bidang yang gw jalani atau riset ini, ternyata padahal gw gak tahu apa-apa, yang ada gw kayak pasang kedok kayak gw yang paling tahu, padahal ya itu gw gak tahu apa-apa. Sok tahu aja gw. hahahaha. itu yang bikin kayaknya gw meng-underestimate sesuatunya di sini. Bahaya sekali. dan cukup ini jadi pelajaran yang berharga buat gw.

Satu hal lain mengenai kompetisi. Kebiasaan kompetisi atau kultur kompetisi di negara asal kayaknya sangat kental ya. Gak cuma kompetisi di akademis, tapi cenderung ke wealthy, apa yang dipakai, apa yang digunakan, apa yang disetir, jadi kayak perlambang bahwa orang itu lebih hebat atau lebih tinggi. Kayaknya dari kecil malah ada pemikiran kayak gitu, barangsiapa punya mainan paling banyak di komplek, orang itu layak disegani. Gak tahu dah kenapa bisa begitu. Sekali lagi* ini mungkin yang gw rasain, beda antara satu dengan yang lain.

Nah dengan berlatar belakang 'kompetitif' itulah jadinya gw terkesan gak mau ngalah atau menerima kekurangan. Ini bahaya juga buat riset gw, karena riset as akademis di sini sudah harus siap menerima kritikan. kritikan itu bukan untuk 'elu' nya tapi untuk 'pekerjaan elu'; Seringkali akhirnya kita sering salah tafsir karena kita mungkin sudah dicap sebagai orang yang smart untuk bisa kuliah sampai jenjang setinggi-tingginya di universitas rangking bagus, atau posisi dan prestasi yang bagus di kantor. Nah begitu sampai sini, semuanya harus dimulai dari nol. Mulai semua dari baru, makanya ada baiknya kalau membahas riset dari sesuatu yang kita gak tahu kali ya? jadi bisa merasa lebih rendah hati atas ketidaktahuan yang ada. Jangan kayak apa yang lakuin, merasa tahu padahal gak tahu, dan sedihnya lagi gw itu gak tahu kalau gw emang benar-benar gak tahu. hehehe. Tapi In sha Allah bisa jadi pelajaran yang berharga bagi gw.

Kembali lagi di kompetisi itu. Saking kompetitifnya gw ini, gw sering membandingkan gw dengan orang lain atau researcher yang lain. Dan itu yang malah gw jadi bikin excuse untuk mengasihani diri sendiri. Which is, sekali lagi, 'kurang' baik. Jadi kayak terjerat di pengecualian yang dibikin sama diri sendiri, padahal mah bisa jauh lebih baik dari itu.

Dan gw juga coba melihat apa yang terjadi di socmed, bini gw sendiri yang cerita, khususnya ini untuk mengkompetisikan anak-anak, ada gambarnya*. Ibu satu dan Ibu dua akan saling membanggakan anak-anaknya sendiri, semuanya dibandingin dan semuanya seakan menjadikan standar setiap bayi atau setiap orang sama. Nah ini dia nie bisa jadi hal yang kurang baik, yang akhirnya potensi asli dari setiap individu bisa gak keliatan, karena orang melihat segala sesuatunya dari satu standar yang sama, apakah rangking di kelas, apakah mahal atau murahnya benda yang dipakai. *ini opini gw ya*. Dan ini beda banget apa yang gw lihat dan rasakan di sini, orang lebih cenderung apa adanya, malah gak keliatan mana yang kaya atau yang enggak. Mereka lebih concern sama apa yang membuat mereka nyaman. Gw lihat profesor gw, tahu lah profesor di sini, pengalaman puluhan tahun, ketua riset center di mana-mana, tapi santai aja pake sepeda dan pake bus. Kasarnya, dia beli mobil bisa lah, secara mobil di sini murah. ya ini untuk transportasi ya*, gw lihat rumahnya juga, sederhana. Jadi menarik juga sie ngikutin filosofi kehidupan orang-orang di sini. Koq gw lihat malah lebih islami akhlak orang-orang non muslim di sini ya? *sekali lagi it is my humble opinion*.


Share:

Wednesday, July 22, 2015

Milestone PhD

walaupun gw masih tahun kedua di program doktoral ini, tapi kayaknya program doktoral ini mungkin bisa lebih dijabarkan ke sesuatu yang lebih tangible. Dari pengalaman, ngobrol sama teman, bimbingan sampai baca buku mengenai PhD.

jadi kurleb kayak begini:

Tahun ke-Nol.
Ini di saat seorang calon phd student (calon karena belum teregistrasi) mencari topik dan pembimbing yang sesuai dengan topiknya. Saran kalau boleh bikin sendiri atau pahami benar (beberapa kasus riset proposal dibantu sama supervisor) apa yang ada di research proposal. Cari garis besarnya, at least pondasi dari tujuan riset yang akan dituju.  Di sini bisa diangkat mengenai permasalahan di industri. Ini gw loss, maklum gw gak tahu sebelumnya PhD itu kayak gimana. Di sini malah santai-santai aja gw. Kalau boleh nyesel, ini gw senyesel-nyeselnya. "Research Question bisa diinisiasi di sini"

Tahun pertama. 
Nah di tahun pertama, permasalahan yang akan diangkat untuk riset (di riset proposal ditulisin) kemudian direlasikan ke literature jurnal article yang tersedia selama ini. Di sini posisinya untuk bisa melihat 'gap' di mana posisi riset kita terhadap dunia akademis. Cari kiblatnya atau cari 'juntrungan' nya yang jelas. Inget juntrungan di awal jangan sampai dilupakan. Gw sempat lupa apa yang mau gw kerjain, hahaha. dari korelasi antara hubungan di literature dan kejadian sebenarnya bisa jadi sebuah 'gap'. di sini seorang student bisa menemukan sebuah lahan khusus untuk pijakan melakukan riset.
Di sini juga bisa harus keliatan bagaimana kira-kira prediksi mengenai aim dan objectivesnya. bagaimana caranya untuk menyelesaikan masalah ini
intinya, pengukuhan "Research Question"

Tahun kedua
Ini masih di sini gw, dari beberapa sumber tahun kedua lebih dalam dan deep lagi dari pengisian 'gap' tadi yang gw sebutin.di sidang tahun ini bakal ditanya, apakah sudah tersedia data untuk meneruskan risetnya? bagaimana pengambilannya, and so on.

Tahun ketiga.

nanti diupdate*

Oh ya, scope ini untuk engineering. karena research question dari engineering yang gw jalanin adalah "how to....". Beberapa rekan yang gw ajak ngobrol dari management adalah "what is/are ......?" kelihatan kalau engineering untuk bisa membuat sesuatu. kalau dari manajemen melihat kejadian sudah terjadi tapi masih bisa dicapture dari teori yang baru. nah kurleb pengertian gw segitu.
Share:

Positive Perspective

Selama ini gw juga dibimbing oleh counsellor dari kampus. Cukup membantu lho menurut gw, karena dia bisa bantu kita untuk bisa melihat sebuah masalah gak dari satu corong aja, dia membantu kita melihat ke perspektif yang lain. Untuk orang kayak gw, keberadaaan counsellor ini sangat membantu sekali. Ada kalanya anxiousity, stress ataupun bingung untuk bisa menyelesaikan satu masalah. Saking pengennya masalah ini selesai, yang ada malah gw gak bisa ngapa-ngapain. Kayak bebannya banyak banget.

Padahal kalau fokus doang ke hal itu, malah gak bisa ke mana-mana, bakalan stuck. Contohnya gini, ini contoh didapat waktu lihat videonya James Hayton mengenai PhD, kalau orang meniti di sebuah jembatan yang gak dijanjikan apa-apa, misal jembatannya memang cukup sulit untuk disebrangi dengan lebar yang cukup untuk satu kaki. Nah dicoba untuk melewati jembatan ini tanpa embel-embel atau imbalan apa-apa, yang ada jembatan terlewati dengan gampangnya. Beda ketika si penyebrang dikasih embel-embel bakal dikasih uang satu milyar misalnya. ada beban tambahan di situ yang bisa menganggu target awal dia untuk menyebrang. padahal dia punya kemampuan untuk menyebrang tadi, tapi nyatanya dia gak bisa menyebrang dengan baik jadinya.

Jadi, itu yang gw coba rasakan. Sedikit-demi sedikit baik counsellor, ataupun supervisor sangat supportive untuk membantu gw untuk mencapai tujuan gw. Sampai akhirnya gw berani bilang, kalau gw menemukan beberapa kekurangan gw. Ibarat PhD tingkat pertama itu menemukan masalahnya.

Memang program di sini untuk lebih menentukan problem sendiri untuk dijadikan atau diangkat ke sebuah research. Nah di awal aja gw bingung masih. Gw kira yang ada di industri tapi gak ada di teori bisa dijadikan sebuah PhD. Nah ternyata itu gak bisa, PhD harus menemukan sesuatu yang baru, both in the industry while knowing the contribution to knowledge. Lama sekali gw berkutat di sini. Parahnya lagi karena gw dari industri gw merasa paling tahu (untuk saat ini bisa juga benar sie), jadi gw merasa gw banyak punya amunisi untuk bisa buat apa yang gw tahu jadi PhD, tapi nyatanya itu saja gak cukup. Karena di sinilah peran supervisor, sebagai anggota perwakilan dari komunitas akademis sedunia ini (serius!) yang memastikan kalau apa yang kita lakukan cukup 'besar' dan 'wah' untuk dijadikan landasan PhD.

Kesalahan kedua gw, gw lebih cenderung untuk lari dari PhD, jadi fokus gw pun terpecah-pecah. Kadang di rumah mikirin PhD, di kantor malah mikirin rumah. Capeknya pikiran ini luar biasa. Yang ada kayak orang gak ada mau, kayak hidup segan matipun enggan. Yah, itu gw anggap sebuah proses yang harus gw jalanin untuk jadi seorang PhD. instead untuk mendapatkan sebuah gelar PhD, banyak banget pelajaran yang sangat berguna sekali untuk hidup gw di masa depan. PhD atau gak, in shaa Allah gw bisa dapet banyak.

Ada hal menarik yang selama ini bikin gw ketawa. Karena gw merasa lebih tahu, yang ada gw menyembunyikan semua yang gw tahu, biar gak gw keluarin dulu semua ke depan supervisor. Biar keliatan pinter aja maksudnya, tapi ternyata ini salah besar. Supervisor justru harus tahu seberapa jauh tahunya mahasiswanya mengenai topik yang dijalani, jangan sampai tahu di tengah jalan. Kadang ya terjadi ekspektasi supervisor sangat tinggi terhadap gw yang menurut gw 'berpengalaman'. Sikap sombong ini harus di jauhi menurut gw. Makanya ada baiknya juga kali ya, kalau topik riset yang sama sekali gak dimengerti sebelumnya, kayak dipecut pengen tahu gak sie jadinya? Kalau gw karena waktu itu tipe orang cepet puas, yang ada gw males nyari-nyari lagi, karena gw merasa tahu, which is bad.

Sekarang gw coba melihat sesuatu dari perspektif kalau supervisor itu kayak rekan kita, positioningnya. Awalnya gw tipe 'yes' man, tapi koq lama-lama ya gw jadi tahu kalau supervisor itu ada keterbatasannya juga. Jadi supervisor pun manusia, bisa ada kurangnya, dan malah enak menurut gw untuk diskusi lebih lanjut. Tapi memang gw akui supervisor itu punya jalan pikiran yang cepat, ke sana kemari, menyimpulkan dan mengambil ekstrak dari sebuah masalah. Gokil lah, gw pengen banget punya skill itu. Percaya gak kalau supervisor gw cuman liat beberapa kalimat aja dari suatu article, dia tahu jalan pikiran penulis. Itu gw dah diajarin, dan terus gw praktis. Bismillah semoga bisa cepat.

Satu lagi, PhD murni dari teori, jadi jangan ngira kalau udah beres tahun pertama gak bakal nyari-nyari lagi literature. itu yang selama ini gw sangka. Justru sumber lain, metoda, parameter, ataupun diskusi bisa based on other papers' work. Di situ knowledge kita broaden. Karena, kata supervisor gw, walaupu kontribusi kecil tapi bisa menempatkan, bisa jadi sebuah kontribusi yang bagus sekali. Tapi sebaliknya, kalau kontribusi besar (banyak dikerjakan) tapi gak tahu gimana penempatannya, jadi ya kayak kecil aja.

jadi Bismillah... lebih positif!!
Share: