Friday, July 31, 2015

Menulis

Waktu di awal memang dibilang sama supervisor untuk mencoba menulis. Iyah, dan sebagai mahasiswa yang nurut sama supervisornya (selama mahasiswa ini mengerti apa kata supervisornya) dilanjutkan dan dilaksanakan segara dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.

Mencoba menulis waktu itu, kacak kadut, gak jelas, berantakan, 'you name it'. Walaupun begitu gw paksain nulis, gw ingat philosophy, "quality comes from quantity". Nah tulis dah tuh terus, terus menulis.

terus gw menulis...

masih menulis...

masih juga...

Sampai gw kasih supervisor, ditanya apa bedanya tulisan gw sama tulisan wartawan yang menyadur. Waduh. Ternyata memang benar, menulis, terutama menulis akademis gak segampang yang dikira. Ini saja baru sadar begitu baca thesis orang. Akhirnya mencoba melihat apa yang orang lain tulis, kita ikutin gaya menulisnya. Sesederhana mungkin yang bisa dilakukan gw lakukan, untuk kemudian di enhance atau ditambahkan. In shaa Allah begitu.

Satu hal lagi, benar menulis itu bisa membantu atau meningkatkan skill dalam menganalisa, karena apa yang ditulis kan perlu dipikirkan dulu, betul? Dan ide yang dituliskan itu akan bisa lebih mudah berkembang dibanding dengan disimpan dalam kepala, yang ada malah gak akan berkembang ide itu. Karena resource di kepala kita kan sudah dipakai bermacam-macam, gak cuman riset doang. Jadi kalau yang gw sekarang lakukan adalah ketika ada ide langsung gw tuliskan langsung di buku, apapun itu. Jadi biarlah pikiran itu tertulis, jadi resource yang ada di kepala kembali utuh.

Dan ada satu hal lagi mengenai menulis, menulis sembarangan itu belum bisa juga ternyata. Harus ada idenya, sesuatu yang harus ditulis. Idenya apa, kira-kira bayangan idenya akan dibawa ke mana. kurang lebih dari yang kecil kemudian membesar. Kalau langsung main tulis tanpa ada maksud atau tujuan ke mana, yang ada jadi kesannya kayak wartawan, kayak yang gw ceritain barusan. Jadi sambil ngelihat bagaimana orang lain menulis, kita bayangkan atau imajinasikan atau justifikasi dengan ide yang kita punya. Bagaimana nantinya jalan ke sana. In shaa Allah sedikit demi sedikit akan ada peningkatan skill nya. Ya, semuanya kan gak sekaligus bisa langsung jago.

Satu lagi, kalau supervisor gak suka sama pekerjaan kita, dan ngasih banyak masukan, ngasitau kalau itu salahnya banyak. Itu bagus, karena supervisor kita bayar untuk itu. Hehehehe, alhamdulillah sekali kalau misalnya dikasih kritik atau dichallenge itu. Walaupun kadang mungkin caranya kurang pas sama kita, tapi itu lah seninya. Jadi santai saja, lanjut terus.

Mulai menulis both for report and thesis draft 0. In shaa Allah sebelum liburan natal dan tahun baru sudah bisa submit draft 0 thesis ke para supervisors. Aaamiinnn. Bismillah
Share:

Thursday, July 30, 2015

MisCommunication

Jadi ingat beberapa waktu lalu baca mengenai pedoman melaksanakan PhD di sini. Di situ ada beberapa status dan deskripsi penjelasan mengenai penilaian terhadap review.

Ada satu detail yang menarik di mana -nilai gw di bawah satisfactor- dijelaskan adanya poin di mana belum adanya ketersambungan antara supervisor dengan anak didiknya. Nah ini dia yang belum bisa nyambung. Komunikasi gw antara supervisor dan gw belum nyambung. Kadang gw, malah sering mungkin belum mengerti sama apa yang dikatakan sama supervisor gw. Ya kasarnya gini, gimana supervisor gw mau mengerti padahal gw sendiri belum mengerti dan belum yakin sama yang gw akan kerjakan. hahaha. Maafkan saya para supervisors.

Memang bingung bin ragu, sama apa yang bakal saya kerjain, yang ada malah jadi kesannya gw kayak 'yes' man. Mengikuti semua yang pembimbing mau, ini yang mungkin bikin kesel pembimbing kali ya? Parahnya lagi di setiap pertemuan gw selalu mengiyakan apa yang dikatakan supervisor, padahal kan gw masih belum yakin betul sama itu. Dan ada kalanya saking menghormati supervisor itu gw bilang aja iya, padahal sebenarnya gw tahu kalau apa yang diusulin supervisor itu sudah dilaksanakan dan sudah terjadi dan tidak bisa dijadikan riset lagi menurut gw.

Ada satu lagi pelajaran yang berharga bagi gw, mungkin karena gw kerja di marketing dan selalu 'iya' sama customer. dan udah biasa dimarahin dan dimaki sama customer, tapi gw tetap iya dan tetap gw kerjakan apa yang customer mau, semampu dan sekuat gw. Nah salahnya ini diaplikasikan ke riset, yah gak akan nyambung. Karena gw biasa menghadapi dan melayani customer, yang ada seakan gw sekarang malah mencari customer. customer di sini mencari teman ngobrol dan teman diskusi kemudian gw menerima semua masukan mereka dan gw jalanin. Alhasil, wassalaam. Riset ini kan gak semua orang tahu, cuman supervisor ama gw yang tahu ke depannya seperti apa dan sudah sejauh mana fondasinya. Justru dengan banyak masukan ini, dan informasi dari berbagai arah yang malah bikin gw goyah. Ini gak lain karena kurangnya pede dan gak percaya kalau riset gw ini bakal bisa dan punya tempat di dunia pengetahuan.

Ya, gw juga baru ngerti kenapa riset ini dianggap seperti bayi sendiri. Riset ini akan berkembang seiring dengan kita kasih makan, kita rawat, kita sayangi, persis kalau punya bayi. Kurang lebih begitu apa yang dikasihtau sama mentor gw yang di Belanda. Akhirnya gw mengerti.

Dan jangan kuatir salah atau takut gak sempurna, karena riset itu akan selalu berkembang. Gak ada riset yang sempurna, makanya ada scope atau limitations. Ditambah ada further works, itu yang mencirikan masih banyak pengembangan yang bisa dilaksanakan dari satu topik judul riset. Kutang lebih pengertian gw seperti itu.

So, be aware, semoga kesalahan ini bisa jadi pengalaman yang bermanfaat bagi yang baca dan juga pastinya bagi gw. Ammiinn.
Share:

Wednesday, July 29, 2015

Agenda Setahun ke Depan

In shaa Allah, tahun depan adalah tahun terakhir program PhD gw (sesuai kata LOA)

Kemarin sempat bimbingan sama supervisor gw, nah supervisor gw ngasih gw banyak masukan yang berguna.

Pertama mengenai pentingnya pembuatan paper, sampai akhirnya ada rekomendasi beberapa judul paper selama PhD gw, satu di antaranya untuk masuk ke paper yang akan dilaksanakan di Portugal. Jadi saatnya nambain dream list "Portugal".

Kemudian beberapa hal mengenai rencana gw ke depan, sampai akhirnya gw merubah rencana gw untuk buka konsultansi. Thank you profesor. Kemudian dia cerita mengenai masa waktu dia pendidikan dulu, which is a good story yang bisa bikin bertambah motivasi.

Ditambah lagi dengan dia mengerti dengan situasi gw yang mengharuskan gw kembali ke Indonesia dan kembali bekerja setelah Oktober tahun depan. Jadi dia motivasi gw untuk terus kerja keras dan kerja makin keras untuk bisa memenuhi target pengumpulan first draft thesis gw di Bulan October paling lambat. Ini sesuai sama target gw waktu ngobrol sama Mas Yan, target first draft malah beres bulan Januari 2016, untuk kemudian submit disertasi di Bulan Agustus, jadi selama selang waktu itu digunakan untuk menambahkan dan memperbaiki yang sudah ada. Bismillaaahhh.... tetap semangat yang penting.

Jadi target gw masih sama, dan masih optimis dan siap untuk bekerja lebih keras dan pintar. Maju terus pokoknya. Karena ini adalah kesempatan yang sangat baik. How lucky i am, subhanallah.
Share:

Good Morning

Barusan sampai kantor,

Alhamdulillah sudah bisa bangun pagi lagi, lanjut mandi terus berangkat. Semoga kebiasaan ini bisa dilanjut terus sampai teruuusss...

Kemarin malam sebenarnya mau nulis, tapi kayaknya lebih menarik main sama anak and ngobrol bentar ama istri.

Jadi kemarin sempat ngobrol sama Bokap. Kita cerita mengenai bagaimana PhD sepengetahuan kita masing-masing. Sampai akhirnya kita nemu perumpaan PhD yang sesuai dan cocok buat pengertian kita berdua. Dengan menjelaskan gw akhirnya memikirkan gimana perumpaan yang sesuai dengan yang gw mengerti. Semoga pengertian gw ini benar.

Ngobrol sama bokap, cerita kalau dulu supervisor gw bolak-balik bilang kalau PhD itu bukan menyelesaikan masalah, tapi membantu orang lain untuk menyelesaikan masalahnya. Kalau fokusnya menyelesaikan masalah itu engineer. Nah kalau membantu orang menyelesaikan masalah, otomatis harus tau filosofi dari masalah itu dan bagaimana bisa membantu orang untuk bisa menyelesaikan masalah yang serupa di masa depan. Kontribusi itulah yang bisa bikin seseorang diberi PhD. Diberi maksudnya adalah diakui bahwa pekerjaan seseorang bisa memberikan kontribusi yang nyata dan jelas bagi dunia pengetahuan. Bagaimana kalau sesuatu yang sudah ada di dunia nyata tapi tidak ada di akademis? lha, kalau itu mah anak s1 aja, gitu kata supervisor pertama gw. Terus terang sampai saat itu gw belum ngerti maksudnya.

Tambah lagi satu hal, mengenai seorang dari dunia profesional masuk ke dunia akademis kayak jadi PhD student. Bentar, udah tahu belum bedanya bachelor, master dan PhD? nah terus terang gw juga baru tahu dari James Hayton dari bukunya, dia bilang kalau PhD itu sama sekali berbeda dengan apa yang dulu gw pikirkan. PhD itu justru kalau menurut gw bukan strata paling tinggi dalam ilmu pendidikan atau akademis. Ya secara jenjang memang paling tinggi untuk sebuah program, tapi PhD sebenarnya adalah sebuah pendidikan atau training untuk masuk ke dunia akademis. It is totally different. Di program PhD ini, seorang PhD student dituntut untuk bisa merubah mindsetnya untuk menjadi seorang researcher. Jadi kalau ibarat dulu di undergraduate ada matrikulasi, kurang lebih nya PhD ini adalah sebuah matrikulasi untuk bisa masuk ke dunia profesional bidang akademis. Nah dari seorang PhD ini kemudian naik level menjadi post doc, lecturer, senior lecturer, reader, professor. Mulai post doc, seseorang dinilai sudah masuk ke dalam dunia akademis. Dunia yang dibilang menara gading ama orang-orang. Kurang lebih seperti itulah dunia PhD. Makanya PhD di tempat gw  ini gak ada silabus, gak ada kurikulum di tempat, malah untuk beberapa negara di Eropa kayak temen gw, PhD dianggap sebagai seorang employee bukan student. Kira-kira begitu sepengertian gw. Jadi kalau mau ngomong, di dunia pendidikan, master itu lah yang jenjang sekolah paling tinggi. Needs time to me to understand this, but it might be the best way to understand it through the time.

Ada lagi, ada perbedaan mindset antara seseorang profesional untuk masuk ke akademis, ini yang gw rasakan. Yang supervisor gw pernah bilang, kamu ini beruntung dan enak sebenarnya, kalau kamu dari industri kamu bisa lebih cepat karena sebenarnya kamu sudah punya masalah yang nyata. 'Masalah' ini yang kemudian dijadikan fondasi untuk memulai sebuah riset. Kalau kamu tahu problemnya, 'fix di problem ini' (jangan muter-muter kayak gw, bingung nentuin problem karena gak pede sama problem yang mau gw kerjain*). Kejadiannya begitu nyata dan ada, dari situ lah jelas mau ke arah mana. Pencarian literature akan lebih mudah, jadi tidak perlu mencari lagi masalah dari literature yang ada. Jujur saja, pencarian literature itu luar biasa menurut gw. Banyak tantangannya. Tapi itulah dunia akademis, yang dibilang penuh teori, ya betul justru teori itulah yang membangun skill kita untuk pemecahan sesuatu. Lebih dari sekedar intuisi. wallahualam. Lanjut lagi ini berbeda dengan yang belum tahu di bidangnya, akhirnya berusaha menemukan masalah dari literatur, oh ternyata ada yang sudah menemukan dan mengerjakan itu, cari lagi terus sampai dapat. Jadi alhamdulillah gw mengerti ternyata ada masalah itu dan dari situ gw bisa memulai start.

Tapi ada satu hal lagi, background gw dari tempat kerja gw. Dan gw tahu ada banyak topik yang bisa dijadikan bahan untuk memulai riset. Tapi balik lagi, gw waktu itu belum yakin sama sekali sama masalah apa yang bisa angkat untuk dijadikan riset. Gw malah berpikir sebaliknya, apa bener perusahaan gw yang emang belum bisa dan sebenarnya perusahaan lain sudah mengerjakannya. Atau gimana? apa mungkin sebenarnya sebuah OEM sudah punya hal itu semua, cuman perusahaan tempat gw aja yang gak tahu. Jadi kayak gw akhirnya gak percaya sama perusahaan gw, naudzubillah (suudon gw, maafkan). Sampai akhirnya gw nemuin paper yang kemarin gw bilang itu, paper yang bilang memang kalau ada masalah itu dan benar adanya masalah itu nyata di dunia. Dari situ alhamdulillah udah mulai gain confidence, kalau riset gw bakalan seperti ini.

Mungkin memang butuh waktu hampir dua tahun buat gw untuk menemukan masalah ini. Tapi buat gw, ini mungkin jalan yang terbaik, bahwa proses gw seperti ini. Success story setiap orang kan akan berbeda-beda. Jadi Bismillah, wish me luck please :)
Share:

Tuesday, July 28, 2015

Today's Meeting

Banyak sekali yang didapat minggu ini, setelah minggu lalu ketemu supervisor pertama dan hari ini baru saja ketemu supervisor kedua. Alhamdulillah semuanya sangat support dan tetep sabar ngadepin gw yang gw rasa agak 'kedul'. Maklum baru pertama kali mencoba riset. dan ternyata menyenangkan kalau bisa nemuin satu atau dua paper yang dapat mengubah segalanya. hahaha. lebay, tapi itu yang terjadi, di phase sekarang, nemuin paper kayak nemuin sebuah harta karun. Dulu mas Hendro bilang sie, tapi belum ngeh sampai sekarang.

Semoga bakal ketemu paper-paper lain yang bisa menjadi sebuah katalisator untuk tetap semangat dan support riset ke level berikutnya. Aaamiinnn

Barusan nunjukkin ke supervisor mengenai apa yang didapat dari beberapa minggu terakhir. Sampai ditunjukkan paper yang kemarin baru dapet. sebut saja key paper. Key paper ini mirip persis sama apa yang beliau pikirkan. Beberapa kali kita berdiskusi mengenai hal ini dan ternyata ada yang mengerjakan hal yang sama. Ada plus minusnys, pertama kita jadi tahu kalau masalah itu benar-benar ada dan nyata. kemudian ditambah dengan adanya kompetisi di situ. Tapi kita gak berkompetisi tapi cenderung mencari celah tambahan untuk fondasi riset itu. salah satunya adalah melihat dari perspektif yang berbeda.

Ini menarik, karena perspektif yang berbeda juga bisa dilakukan di kehidupan nyata. bukan begitu? beberapa waktu lalu sempat ngeblog mengenai perbedaan perspektif yang bisa buat melihat dunia yang berbeda. Just the matter of perspective. itu yang menarik dan itu yang luar biasa. jadi selama ini semua pilihan, bisa atau tidak, mau atau tidak, semua dilihat dari perspektif. Walaupun semuanya gak bisa dilakukan secara sempurna, at least mendekati hal tersebut kan bisa menjadi sebuah prestasi. Kembali lagi tergantung dari perspektif mana orang melihat.

Kadang kompetitif dengan membandingkan satu dengan yang lain kurang bijaksana menurut gw. Baru kemarin ngobrol sama bokap mengenai cara belajar gw sama adek yang berbeda. Itu hal yang wajar dan lumrah, karena kembar identik pun gak akan sama. Jadi compare itu bisa jadi perspektif yang baik atau jadi perspektif yang buruk. Sayangnya kalau menerima dengan perpektif yang buruk. Kalau melihat perspektif yang baik, in shaa Allah kehidupan akan lebih tenang. Dan menerima apa adanya, kekurangan pasti ada, tapi bagaimana menjadikan kekurangan ini sebagai sebuah ladang atau celah untuk berbuat lebih.

jadi Bismillah, kita coba saja. terus berusaha dan berdoa. wish me luck please 
Share:

Monday, July 27, 2015

Key Paper

Alhamdulillah...

Sekitar seminggu yang lalu sudah dapat key paper yang bisa membantu gw jalanin riset ini. Key paper ini baru diterbitin tahun ini, which is memang harus sabar kali ya. Dari paper ini lebih terbuka kira-kira apa yang mau gw lakuin.

Setidaknya landasan permasalahan atau alasan dijalanin riset ini juga sudah ada yang memulai. Dan gw akhirnya jadi lega dan lebih yakin in shaa Allah. Lebih yakin karena memang masalah ini sudah diakui di dunia akademis. Hebatnya lagi baru kali ini gw nemuin, belum ada di paper lain. Mengenai integrasi evaluasi nilai kontrak dari operational si airline. Selama ini kan kebanyakan intuisi.

Nah, yang bikin gw gak pede adalah ketika harus menyimpulkan dan merumuskan masalah yang ada di perusahaan gw yang kira-kira bisa jadi bahan atau masalah buat riset doktoral gw. yang ada malah gw nganggep masa iya sie gak ada, mungkin tempat lain udah bisa kali, apa mungkin di perusahaan tempat gw kerja aja kali yang gak bisa. Gw takut apa yang gw sedang kerjain itu udah ada yang ngerjain, sampai gw menemukan paper baru ini. Paper yang menurut gw sangat bermanfaat banget buat riset gw, in shaa Allah makin pede makin yakin dan jalan terrrruuusss..

Tinggal sekarang lagi nyari excuse apa yang bisa bikin gw dapet PhD, dari apa yang orang ini dah kerjain, bakalan gw tambain sesuatu yang besar. Itulah yang jadi PhD gw. In shaa Allah sudah kepikiran apa yang bakal ditambain, dan pakai metoda apa dan pakai software apa. Yang sekarang lagi dicari dan dibentuk adalah jalan ceritanya. Jadi mulai bisa menulis jalan ceritanya sebentar lagi. Yakin hari ini bisa ketemu jalan cerita yang bagus, disupport sama literature review yang pas. in shaa Allah. hehehe.

wish me luck please
Share:

His Current Words

Mama daddy mau mimi nen bis bobok jatuh tutup mana lagi naik nyanyi duck kerupuk sepatu d adah babay itu lampu ini gigi oma dede sudah gak elmo halo

Share:

17 months

Puasa kemarin sebulan kayaknya gak berasa. Minta report buat pengajuan beasiswa tiga bulan lalu juga gak berasa. Semuanya kayak jalan cepat begitu saja. Seminggu yang lalu usia gw masuk usia 30. Time flies. Apa saja yang udah dicapai atau didapat ya?

Juga kemarin, Arka masuk bulan ke-17. Waaww, little man is growing fast. Alhamdulillah, bisa sedikit-sedikit menata lagi kehidupan. Kehidupan as anak buat bokap-nyokap, as suami, as bokap, as researcher.

Kadang banyak banget peran yang harus dijalani dalam hidup ini. Dan setiap peran itu berkesinambungan dan berikatan satu sama lain. Bukan begitu bukan? So, mulai menikmati apa yang dijalani. Telat? Who knows, mungkin ini salah satu jalan terbaik dan proses yang harus gw lewati. Gw tetap bersyukur dan terus berusaha menjalani sebaik mungkin dan menikmatinya.

Salah? Gagal? Atau cepat puas? Pasti semua ada solusi, as we would like yo try our best. In shaa Allah. Aammiinn..

Share:

Idea

Dua hari terakhir ini kayak ngerasa linglung. Bingung sama yang mau dikerjain di riset. Nemu ide ini, dah ada yang bikin, nemu ide itu dah ada yang buat. Apa gabungin keduanya?

Apa tambahin dari yang ada? Tapi harus cari apa key word nya, masuk dari jalan mana? Ke arah mana permasalahn riset ini dibawa?

Hmmmm.... Let me sleep for a while. In shaa Allah begitu bangun lebih fresh dan bisa nemuin solusinya nanti. Aamiinn.

Wish me luck please :)

Share:

Humble

Mungkin itu salah satu kata kuncinya.. Humble, rendah diri.. Barusan denger kata ini di dua ocassion yang berbeda, satu waktu nonton Kick Andy "Mashyur di Negeri Orang" ketika Nelson Tansu berpesan ke para pelajar di Indonesia. Menerima dengan rendah hati kalau kita masih jauh tertinggal, akui itu, jangan merasa puas.

Kalau ngomong masalah puas, pernah dinasehatin ama supervisor juga kalau kesannya saya seperti cepat puas. Ya saya akui, saya cepat puas karena saya belum tahu 'apa' yang bikin saya seharusnya gak puas. Kadang orang salah karena gak tahu kalau dia salah. Ya itu tadi kali ya, karena gw kurang humble.

Kata ini sering banget gw dengerin waktu aktif di amway dulu. Keep and be humble, in shaa Allah kesuksesan bakal diraih. Humble bisa bikin konsisten? Mungkin ya karena humble itu yang bikin  kalau seseorang belajar dan tahu atau sadar kalau ternyata ilmunya belum banyak, maka dia bakal lebih merunduk.

Bisa keliatan yang humble mana yang gak sebenernya. Sekarang gw dah cukup humble belum ya? In shaa Allah sambil belajar jadi humble dan terus semangat.

Wish me luck please

Share:

Friday, July 24, 2015

Thursday, July 23, 2015

Pilah Pilih Baby Car Seat

Kemarin lihat atau search baby car seat untuk ukuran Arka. Baby car seat yang lama udah kekecilan buat tingginya dia, yang ada di mobil malah kakinya nekuk. Oh ya, di sini baby car seat ada standar berdasarkan beratnya dan tingginya. Ada group 0, 1, 2, 3, dan 4, masing-masing group berdasarkan ukuran berat badan.

Arka sudah mulai masuk group 1 dengan berat antara 9-14 kg. Jadi memang sudah saatnya cari yang baru. Alhamdulillah, memang namanya rejeki anak udah ada yang ngatur kali ya, browsing sana-sini nemu merk yang kayaknya paling pas, Britax tipe Eclipse jadi pilihan. Review dari teman seperjuangan di sini yang sudah beli duluan, sama review dari forum-forum orang tua di sini membuat kita yakin pilih car seat ini. Harga pun oke di kantong dan feature keselamatannya juga oke.

Browsing ke sana kemari, yang ada banyak sekali penawaran harga. Padahal barang ini sudah ada dari tahun 2008. Mungkin itu yang bikin harganya lebih miring dibanding yang lain. Ditambah teknologi yang dipakai masih pake seat belt, beda sama teknologi isofix yang relatif baru. Dari browsing ini nemu deals yang menarik. Dari website hotdeals uk, ketemu cara yang paling murah untuk bisa punya baby car seat ini, dari yang harganya £80, didiskon di amazon jadi £65, ditambah diskon promo pake code amazon family, yang jadinya £50. Akhirnya kita beli dan baru siang tadi barangnya sampai.

Ngeliat pertama kardusnya gede banget. Begitu dibuka, ya memang cukup besar sie, wajar biasanya pakai yang ukuran 0+ sekarang naik kelas jadi group 1. Diangkat dan dibuka dari kardusnya, intinya lumayan juga beratnya dan terlihat sangat kokoh. Cover warna hitam ditambah busa yang tebal dan lapisan gabus di bawahnya bikin kursi ini keliatan comfy. Ini bisa keliatan dari foto di bawah, waktu Arka malah gak mau turun dari kursi ini. Awalnya malah gak mau duduk di kursi itu.


Yang agak kesulitan waktu mengadjust strap dari lubang level 1 ke level 2. Lubang yang sempit bikin tangan gw yang gede agak kesulitan sebenarnya. tapi berhubung perubahan level tinggi 1 ke 2 gak sampai setiap kali dipasang, so ini cuman kekurangan minor. Untuk buat baby, cara mengencankan strap nya juga gampang dan mudah. cuman satu klik dan satu tali untuk adjustment kesesuaian strap dengan bayi. overall, cukup oke untuk barang ini. *sumpah ini bukan promosi, cuman review*, gak tahu ya kalau untuk merk dan tipe lain. 
Share:

Ikhlas

Baru inget kemarin ngobrol ama bini di Bus, ditambah beberapa ingetan gw waktu ngobrol ama Pak Khom. Ikhlas bisa dalam bentuk macam-macam ya.

Pertama yang ama bini itu ikhlas terhadap apa yang terjadi ama kita. Gw pernah cerita kan mengenai prestasi-prestasi masa lalu yang menjadi pride gw, tapi kenyataannya gw masih banyak kurangnya, khususnya di bidang akademis sekarang. Ikhlas di sini yaitu kalau menerima segala sesuatu kekurangan dari diri kita. Dari ikhlas itu, apa yang sudah terjadi dilepasin dijadiin pelajaran buat kita, atau kata lain 'move on'. Berat memang, tapi bener juga kalau kata orang 'time heals'. Dengan ikhlas menerima kekurangan, jadinya malah nyari bagaimana caranya untuk memperbaiki kekurangan itu, bukan tetap sombong dan bingung malah jadi excuse, jadi seakan-akan fake atau menutup-nutupi, bukan ditambal. hehehe. Jadi kalau di abnon sempat ngeliat harus 'keliatan pintar', menurut gw harus ditambain, keliatan pintar ya tetep harus dikerjain peer nya. hehehe.

Kedua ikhlas yang ngobrol ama Pak Khom. Kalau disuruh nyuci mobil misalnya, kalau dongkol ngerjainnya, gak niat, itu bisa rugi dua belas. Pertama, udah tenaga habis karena dibuat nyuci mobil, kedua gak dapet pahala soalnya ngerjainnya sambil dongkol.

Ya, kurang lebih itu, ikhlas apa yang terjadi dan ikhlas dalam memperbaiki diri. In shaa Allah :)
Share:

Redesign

Barusan nyoba untuk meredesain tampilan blog, biar lebih menarik dan jadi lebih semangat nulis blog lagi :)
Share:

Competitive

Kemarin pas ngobrol sama counsellor mengenai perspektif diri sendiri.

Yang terjadi adalah perbedaan kultur akademis di negeri sendiri sama di UK. Bisa kelihatan kayaknya di mana ada plus minusnya. Ini juga disupport beberapa waktu itu sama mentor/ sahabat yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri yang di Oxford. Jadi orang British sendiri jago banget untuk masalah analisa dan masalah mengemukakan pendapat dengan supporting ideas yang sistematis. Karena gw lihat mereka dilatih untuk bisa mengemukakan pendapat, apapun itu. Benar atau salah itu relatif, tergantung dari pemikiran mereka.

Hal ini yang gw rasa sangat mempengaruhi dari diri gw sendiri. Di negara gw tercinta, semuanya seakan ada standarisasi yang saklek dan jelas, dari mulai SD sampai kuliah mungkin. standarisasi sudah terlihat jelas, kalau rangkingnya rendah ya bisa dibilang 'kurang'. Padahal pengelompokkan dengan melihat parameter nilai kayaknya kurang sesuai, gak tahu ya dengan kurikulum yang sekarang. Kemarin sempat ngobrol sama counsellor mengenai pendidikan di UK sini yang lebih cenderung mengemukakan pendapat dan analisa yang lebih dalam. Kalau gw rasa di negara asal gw, lebih ke arah memori? sengitung-ngitungnya suatu soal, ngapalin rumus udah mesti wajib. gak tahu kalau gw salah atau bener.

Ini yang sempat bikin gw shock waktu itu, alhamdulillah ada latar belakang pendidikan dan prestasi yang bagus yang jadi pride atau kebanggan gw. Pede gw waktu itu lumayan tinggi lah kalau bisa dibilang. Nah kena jebret kepercayaan diri gw begitu gw merasa gagal dan merasa bodoh di depan panelis waktu sidang pertama dan kayaknya sampai beberapa waktu lalu. Sekarang kayaknya masih ada, tapi sedikit demi sedikit sudah mulai hilang. Perspektif monoton gw yang waktu itu menjadi kayak bumerang buat gw. Gw ngerasa pintar dan tahu dengan bidang yang gw jalani atau riset ini, ternyata padahal gw gak tahu apa-apa, yang ada gw kayak pasang kedok kayak gw yang paling tahu, padahal ya itu gw gak tahu apa-apa. Sok tahu aja gw. hahahaha. itu yang bikin kayaknya gw meng-underestimate sesuatunya di sini. Bahaya sekali. dan cukup ini jadi pelajaran yang berharga buat gw.

Satu hal lain mengenai kompetisi. Kebiasaan kompetisi atau kultur kompetisi di negara asal kayaknya sangat kental ya. Gak cuma kompetisi di akademis, tapi cenderung ke wealthy, apa yang dipakai, apa yang digunakan, apa yang disetir, jadi kayak perlambang bahwa orang itu lebih hebat atau lebih tinggi. Kayaknya dari kecil malah ada pemikiran kayak gitu, barangsiapa punya mainan paling banyak di komplek, orang itu layak disegani. Gak tahu dah kenapa bisa begitu. Sekali lagi* ini mungkin yang gw rasain, beda antara satu dengan yang lain.

Nah dengan berlatar belakang 'kompetitif' itulah jadinya gw terkesan gak mau ngalah atau menerima kekurangan. Ini bahaya juga buat riset gw, karena riset as akademis di sini sudah harus siap menerima kritikan. kritikan itu bukan untuk 'elu' nya tapi untuk 'pekerjaan elu'; Seringkali akhirnya kita sering salah tafsir karena kita mungkin sudah dicap sebagai orang yang smart untuk bisa kuliah sampai jenjang setinggi-tingginya di universitas rangking bagus, atau posisi dan prestasi yang bagus di kantor. Nah begitu sampai sini, semuanya harus dimulai dari nol. Mulai semua dari baru, makanya ada baiknya kalau membahas riset dari sesuatu yang kita gak tahu kali ya? jadi bisa merasa lebih rendah hati atas ketidaktahuan yang ada. Jangan kayak apa yang lakuin, merasa tahu padahal gak tahu, dan sedihnya lagi gw itu gak tahu kalau gw emang benar-benar gak tahu. hehehe. Tapi In sha Allah bisa jadi pelajaran yang berharga bagi gw.

Kembali lagi di kompetisi itu. Saking kompetitifnya gw ini, gw sering membandingkan gw dengan orang lain atau researcher yang lain. Dan itu yang malah gw jadi bikin excuse untuk mengasihani diri sendiri. Which is, sekali lagi, 'kurang' baik. Jadi kayak terjerat di pengecualian yang dibikin sama diri sendiri, padahal mah bisa jauh lebih baik dari itu.

Dan gw juga coba melihat apa yang terjadi di socmed, bini gw sendiri yang cerita, khususnya ini untuk mengkompetisikan anak-anak, ada gambarnya*. Ibu satu dan Ibu dua akan saling membanggakan anak-anaknya sendiri, semuanya dibandingin dan semuanya seakan menjadikan standar setiap bayi atau setiap orang sama. Nah ini dia nie bisa jadi hal yang kurang baik, yang akhirnya potensi asli dari setiap individu bisa gak keliatan, karena orang melihat segala sesuatunya dari satu standar yang sama, apakah rangking di kelas, apakah mahal atau murahnya benda yang dipakai. *ini opini gw ya*. Dan ini beda banget apa yang gw lihat dan rasakan di sini, orang lebih cenderung apa adanya, malah gak keliatan mana yang kaya atau yang enggak. Mereka lebih concern sama apa yang membuat mereka nyaman. Gw lihat profesor gw, tahu lah profesor di sini, pengalaman puluhan tahun, ketua riset center di mana-mana, tapi santai aja pake sepeda dan pake bus. Kasarnya, dia beli mobil bisa lah, secara mobil di sini murah. ya ini untuk transportasi ya*, gw lihat rumahnya juga, sederhana. Jadi menarik juga sie ngikutin filosofi kehidupan orang-orang di sini. Koq gw lihat malah lebih islami akhlak orang-orang non muslim di sini ya? *sekali lagi it is my humble opinion*.


Share:

Wednesday, July 22, 2015

Milestone PhD

walaupun gw masih tahun kedua di program doktoral ini, tapi kayaknya program doktoral ini mungkin bisa lebih dijabarkan ke sesuatu yang lebih tangible. Dari pengalaman, ngobrol sama teman, bimbingan sampai baca buku mengenai PhD.

jadi kurleb kayak begini:

Tahun ke-Nol.
Ini di saat seorang calon phd student (calon karena belum teregistrasi) mencari topik dan pembimbing yang sesuai dengan topiknya. Saran kalau boleh bikin sendiri atau pahami benar (beberapa kasus riset proposal dibantu sama supervisor) apa yang ada di research proposal. Cari garis besarnya, at least pondasi dari tujuan riset yang akan dituju.  Di sini bisa diangkat mengenai permasalahan di industri. Ini gw loss, maklum gw gak tahu sebelumnya PhD itu kayak gimana. Di sini malah santai-santai aja gw. Kalau boleh nyesel, ini gw senyesel-nyeselnya. "Research Question bisa diinisiasi di sini"

Tahun pertama. 
Nah di tahun pertama, permasalahan yang akan diangkat untuk riset (di riset proposal ditulisin) kemudian direlasikan ke literature jurnal article yang tersedia selama ini. Di sini posisinya untuk bisa melihat 'gap' di mana posisi riset kita terhadap dunia akademis. Cari kiblatnya atau cari 'juntrungan' nya yang jelas. Inget juntrungan di awal jangan sampai dilupakan. Gw sempat lupa apa yang mau gw kerjain, hahaha. dari korelasi antara hubungan di literature dan kejadian sebenarnya bisa jadi sebuah 'gap'. di sini seorang student bisa menemukan sebuah lahan khusus untuk pijakan melakukan riset.
Di sini juga bisa harus keliatan bagaimana kira-kira prediksi mengenai aim dan objectivesnya. bagaimana caranya untuk menyelesaikan masalah ini
intinya, pengukuhan "Research Question"

Tahun kedua
Ini masih di sini gw, dari beberapa sumber tahun kedua lebih dalam dan deep lagi dari pengisian 'gap' tadi yang gw sebutin.di sidang tahun ini bakal ditanya, apakah sudah tersedia data untuk meneruskan risetnya? bagaimana pengambilannya, and so on.

Tahun ketiga.

nanti diupdate*

Oh ya, scope ini untuk engineering. karena research question dari engineering yang gw jalanin adalah "how to....". Beberapa rekan yang gw ajak ngobrol dari management adalah "what is/are ......?" kelihatan kalau engineering untuk bisa membuat sesuatu. kalau dari manajemen melihat kejadian sudah terjadi tapi masih bisa dicapture dari teori yang baru. nah kurleb pengertian gw segitu.
Share:

Positive Perspective

Selama ini gw juga dibimbing oleh counsellor dari kampus. Cukup membantu lho menurut gw, karena dia bisa bantu kita untuk bisa melihat sebuah masalah gak dari satu corong aja, dia membantu kita melihat ke perspektif yang lain. Untuk orang kayak gw, keberadaaan counsellor ini sangat membantu sekali. Ada kalanya anxiousity, stress ataupun bingung untuk bisa menyelesaikan satu masalah. Saking pengennya masalah ini selesai, yang ada malah gw gak bisa ngapa-ngapain. Kayak bebannya banyak banget.

Padahal kalau fokus doang ke hal itu, malah gak bisa ke mana-mana, bakalan stuck. Contohnya gini, ini contoh didapat waktu lihat videonya James Hayton mengenai PhD, kalau orang meniti di sebuah jembatan yang gak dijanjikan apa-apa, misal jembatannya memang cukup sulit untuk disebrangi dengan lebar yang cukup untuk satu kaki. Nah dicoba untuk melewati jembatan ini tanpa embel-embel atau imbalan apa-apa, yang ada jembatan terlewati dengan gampangnya. Beda ketika si penyebrang dikasih embel-embel bakal dikasih uang satu milyar misalnya. ada beban tambahan di situ yang bisa menganggu target awal dia untuk menyebrang. padahal dia punya kemampuan untuk menyebrang tadi, tapi nyatanya dia gak bisa menyebrang dengan baik jadinya.

Jadi, itu yang gw coba rasakan. Sedikit-demi sedikit baik counsellor, ataupun supervisor sangat supportive untuk membantu gw untuk mencapai tujuan gw. Sampai akhirnya gw berani bilang, kalau gw menemukan beberapa kekurangan gw. Ibarat PhD tingkat pertama itu menemukan masalahnya.

Memang program di sini untuk lebih menentukan problem sendiri untuk dijadikan atau diangkat ke sebuah research. Nah di awal aja gw bingung masih. Gw kira yang ada di industri tapi gak ada di teori bisa dijadikan sebuah PhD. Nah ternyata itu gak bisa, PhD harus menemukan sesuatu yang baru, both in the industry while knowing the contribution to knowledge. Lama sekali gw berkutat di sini. Parahnya lagi karena gw dari industri gw merasa paling tahu (untuk saat ini bisa juga benar sie), jadi gw merasa gw banyak punya amunisi untuk bisa buat apa yang gw tahu jadi PhD, tapi nyatanya itu saja gak cukup. Karena di sinilah peran supervisor, sebagai anggota perwakilan dari komunitas akademis sedunia ini (serius!) yang memastikan kalau apa yang kita lakukan cukup 'besar' dan 'wah' untuk dijadikan landasan PhD.

Kesalahan kedua gw, gw lebih cenderung untuk lari dari PhD, jadi fokus gw pun terpecah-pecah. Kadang di rumah mikirin PhD, di kantor malah mikirin rumah. Capeknya pikiran ini luar biasa. Yang ada kayak orang gak ada mau, kayak hidup segan matipun enggan. Yah, itu gw anggap sebuah proses yang harus gw jalanin untuk jadi seorang PhD. instead untuk mendapatkan sebuah gelar PhD, banyak banget pelajaran yang sangat berguna sekali untuk hidup gw di masa depan. PhD atau gak, in shaa Allah gw bisa dapet banyak.

Ada hal menarik yang selama ini bikin gw ketawa. Karena gw merasa lebih tahu, yang ada gw menyembunyikan semua yang gw tahu, biar gak gw keluarin dulu semua ke depan supervisor. Biar keliatan pinter aja maksudnya, tapi ternyata ini salah besar. Supervisor justru harus tahu seberapa jauh tahunya mahasiswanya mengenai topik yang dijalani, jangan sampai tahu di tengah jalan. Kadang ya terjadi ekspektasi supervisor sangat tinggi terhadap gw yang menurut gw 'berpengalaman'. Sikap sombong ini harus di jauhi menurut gw. Makanya ada baiknya juga kali ya, kalau topik riset yang sama sekali gak dimengerti sebelumnya, kayak dipecut pengen tahu gak sie jadinya? Kalau gw karena waktu itu tipe orang cepet puas, yang ada gw males nyari-nyari lagi, karena gw merasa tahu, which is bad.

Sekarang gw coba melihat sesuatu dari perspektif kalau supervisor itu kayak rekan kita, positioningnya. Awalnya gw tipe 'yes' man, tapi koq lama-lama ya gw jadi tahu kalau supervisor itu ada keterbatasannya juga. Jadi supervisor pun manusia, bisa ada kurangnya, dan malah enak menurut gw untuk diskusi lebih lanjut. Tapi memang gw akui supervisor itu punya jalan pikiran yang cepat, ke sana kemari, menyimpulkan dan mengambil ekstrak dari sebuah masalah. Gokil lah, gw pengen banget punya skill itu. Percaya gak kalau supervisor gw cuman liat beberapa kalimat aja dari suatu article, dia tahu jalan pikiran penulis. Itu gw dah diajarin, dan terus gw praktis. Bismillah semoga bisa cepat.

Satu lagi, PhD murni dari teori, jadi jangan ngira kalau udah beres tahun pertama gak bakal nyari-nyari lagi literature. itu yang selama ini gw sangka. Justru sumber lain, metoda, parameter, ataupun diskusi bisa based on other papers' work. Di situ knowledge kita broaden. Karena, kata supervisor gw, walaupu kontribusi kecil tapi bisa menempatkan, bisa jadi sebuah kontribusi yang bagus sekali. Tapi sebaliknya, kalau kontribusi besar (banyak dikerjakan) tapi gak tahu gimana penempatannya, jadi ya kayak kecil aja.

jadi Bismillah... lebih positif!!
Share:

LPDP dan Cranfield University

Beberapa orang sempat menghubungi gw mengenai LPDP dan Cranfield, karena memang kayaknya gw jadi tersangka utama dari LPDP ke Cranfield di beberapa blog teman gw yang menceritakan mengenai strategi untuk bisa masuk Cranfield melalui skema beasiswa LPDP.

LPDP memang memberikan beberapa kemudahan untuk kita-kita yang non-dosen untuk bisa mendapatkan kesempatan belajar ke luar negeri dengan beasiswa. Namanya Beasiswa Pendidikan Indonesia (sekarang ada Beasiswa Presiden Republik Indonesia dengan pengelolanya LPDP juga).

Jadi begini ceritanya..
Cranfield memang gak masuk ke dalam list LPDP, yang waktu itu gw lakukan adalah sembari menantikan LoA dari Cranfield, gw mendaftar online beasiswa LPDP dengan mendaftar ke universitas lain (yang ada di list) nya. Alasannya Cranfield gak ada di list itu karena waktu itu list universitas itu based on Times Higher Education, dan Cranfield gak ada di situ. kenapa gak ada di situ? karena Cranfield salah satu universitas yang punya karakter kekhususan, cuman ada Master dan Doktoral di sini. Ini yang bisa jadi alasan kenapa uni ini gak masuk ke list LPDP.

Singkat cerita, LPDP memberikan kesempatan kita untuk melakukan pindah universitas. Nah dari sini, saya mengajukan perpindahan universitas, tentu dengan menyertai beberapa references dan rekomendasi mengenai kenapa Cranfield University terbaik untuk bidang yang saya pelajari. Syukur alhamdulillah waktu itu dibantu pembimbing saya untuk meneruskan hal ini kepada Atase Pendidikan KBRI London waktu itu, Pak Fauzi. Berkat beliau-beliau, pengajuan pindah universitas ini pun diacc.

Sampai akhirnya pun bisa meneruskan pendidikan Doktoral di sini. alhamdulillah :)
Share:

Tuesday, July 21, 2015

The Paper!!

Alhamdulillah,

selama ini gw mencari yang namanya paper yang mirip sama apa yang gw kerjain. Dan alhamdulillah barusan nemu. Paper ini barusan aja dipublish, mengenai contract valuation di mana paper ini menambahkan beberapa operational parameter untuk menentukan nilai sebuah kontrak, kontrak untuk pembelian atau pergantian aircraft fleet dan kontrak untuk maintenance.

it feels like, akhirnya gw menemukan juga ada yang mengerjakan hal yang serupa. Dua tahun ini penuh keraguan dan penuh ketidakyakinan mengenai riset yang gw jalanin. Apa betul ini masalahnya? koq gak ada yang ngerjain? apa memang udah ada yang ngerjain? maklum, baru newbie. In shaa Allah gw pelajari itu dan bisa lebih semangat ngerjain.

Baru juga nemu mengenai ke depannya seperti apa minggu lalu ketika ketemu sama kedua supervisor gw. Dan tadi pagi ketemu sama supervisor pertama, dan gw tunjukkin paper yang gw temuin ini. Tampaknya dia pun lega, kalau masalahnya bener ada dan bisa dimasukkan ke situ. so, time to start the engine.

Wish me luck please
Share:

The Blog's Tag

Untuk bisa nyeritain setiap aktifitas sehari-hari, apapun itu gak akan rutin gw kasih tag atau label, atau apapun itu. Karena bagi gw, setiap kehidupan itu saling berpengaruh, dan gak bisa dipisahin. Keluarga, sekolah, kerjaan, bertetangga, termasuk menulis blog, semuanya kayak bagaikan suatu keteraturan yang menarik dan unik. Seakan setiap jalan yang bakal lu ambil akan punya outcome yang berbeda untuk bagian yang lain. Semuanya kayak punya sebuah formula, dengan masing-masing pilihan akan bercabang ke sebuah pilihan lain dan otomatis akan ada 1001 probabilitas bagaimana jalan ke depannya.

Gw ambil sikap ini karena kehidupan sebagai PhD student, kepala keluarga, suami, dan organisasi gak akan terulang lagi. Setiap detiknya akan berbeda dengan detik yang lain. Ya, sayang saja kalau tidak terecord dengan baik. So, gw bikin blog ini as journal..
Share:

Niat Awal

Beberapa waktu lalu sempat mengobrol sama teman mengenai blog ini, katanya blog ini bisa membantu dia melihat apa yang gw jalanin. Kadang itu mengenai pekerjaan, atau waktu itu tulisan mengenai persiapan pernikahan, hobi mengenai golf atau hobi ngerawat mobil, apapun itu. Fokusnya memang waktu itu ke setiap aktifitas kehidupan gw yang gw jalanin dari bangun sampai gw tidur setiap hari. Memang gak semuanya gw laksanain sie, soalnya gw ngerasa gak ada limitasi untuk menuliskan kehidupan gw, it feels like a routine. that what i felt. until i felt it know.

waktu master dulu hampir setiap hari gw nulis blog, memang waktu itu niatnya gegara baca blog nya Raditya Dika. dia bilang, kalau tulisan atau blog itu legacy, bisa dibaca sama anak cucunya saat si penulis itu udah gak bisa nyeritain langsung ke anak-cucunya, atau juga bisa karena keterbatasan kemampuan memori seseorang untuk bisa mengingat semua kejadian di masa lalunya.

Jadi berdasar saran counsellor gw, coba menuliskan sebuah diary. Ya sebuah diary, gw anggap blog ini sebagai sebuah diary, di mana gw akan menuliskan memori gw, bukan cuman buat anak cucu gw, tapi nanti buat gw juga. Buat sebagai 'prasasti', monumen, pengingat, apapun itu, sebagai curahan secuil kehidupan harian gw. Jadi nanti kalau gw ngehadapin masalah di masa depan, gw bakal coba lihat lagi di sini nie, pernah gak gw ngadepin masalah yang sama, kalau sudah apa bisa gw selesaikan dengan lebih baik? kayak prinsip further discussionn nya setiap journal article yang bisa gw tulis.

Bismillaahh..
Share:

(Re)Start the Blog

It has been a while since the last time i wrote this blog.

I am thinking that this is the time to restarting again. I still have around one year more to the PhD, it means i still have a time to share what i feel, think, and assume. all of those in one blog, as picturisation. Please let me stick with words and words, as the imagination of the reader could be come out freely. Have you ever feel dissapointed when you watch the movie that based on a book? the 'lho koq' feel that you could not be avoided when the movies' picturise differently with your imagination. so, let's be it. May be i will put some picture to giving a general ilustration, to assist the reader enhance their memory about the article that they read. so.. bismillah..
Share: